Kamis, 21 April 2011

Tsabit bin Qais (sahabat Nabi SAW)

TSABIT BIN QAIS
(Orator Kebanggaan Rasulullah dan Islam)


            Tsabit bin Qais adalah orator kebanggaan Rasulullah dan Islam. Kata-katanya kuat, tegas, padat dan menarik. Ketika Madinah kedatangan utusan kaum dari seluruh penjuru jazirah Arab, datang pula utusan dari bani Tamim. Salah seorang dari bani Tamim berkata kepada Rasulullah, “Kami datang untuk menunjukkan kelebihan kaum kami. Izinkan penyair dan orator dari kaum kami berbicara”. Rasulullah tersenyum dan berkata kepada bani Tamim, “Aku izinkan, silahkan.”
            Utharid bin Hajib yang ditunjuk sebagai orator dari bani Tamim. Utharid mulai berbicara membanggakan kelebihan kaumnya. Setelah Utharid selesai berbicara, Rasulullah berkata kepada Tsabit bin Qais, “Berdiri dan jawablah”.
            Tsabit berdiri dan mulai berbicara, “Segala puji bagi Allah. Langit dan bumi adalah ciptaan-Nya. Keduanya berjalan sesuai aturan-Nya. Singgasananya meliputi ilmu-Nya. Setiap yang ada adalah karunia-Nya. Dengan keMaha Kuasaan-Nya, kami dijadikan pemimpin. Memilih manusia yang terbaik sebagai Rasul, dialah manusia paling mulia, paling jujur dan paling tinggi derajatnya, kepadanya diberi Al Qur’an dan diserahi tanggung jawab untuk membimbing seluruh manusia, dialah manusia terbaik pilihan Allah di alam semesta ini, ia mengajak manusia beriman, ajakannya disambut baik oleh kerabat dan kaumnya. Merekalah kelompok manusia dari keturunan terbaik dan tingkah laku mereka juga sangat baik. Merekalah orang-orang Muhajirin. Kemudian kami, kaum Anshar datang menyambut baik ajakannya. Kamilah para penolong agama Allah dan pendamping Rasul-Nya.
            Itulah kata-kata yang terucap dari mulut Tsabit bin Qais. Begitu tegas, padat dan menarik perhatian orang-orang yang mendengarnya.
            Kiprah Tsabit di medan perang dimulai pada Perang Uhud. Setelah itu, ia tidak pernah absen di setiap peperangan. Perjuangan dan pengorbanannya luar biasa dan menakjubkan. Pada Perang Riddah, ia selalu berada di depan, membawa bendera kaum Anshar, menyabetkan pedangnya tanpa henti. Pada Perang Yamamah, ia melihat dampak buruk dari serangan mendadak pasukan Musailamah Al Kadzdzab. Maka, ia berseru dengan suara lantang dan menggelegar, “Demi Allah, tidak seperti ini dulu ketika kami berperang bersama Rasulullah.” Lalu ia pergi sebentar, ketika kembali ternyata badannya sudah terbalut kain kafan. Lalu ia berseru lagi, “Ya Allah, aku benar-benar tidak bertanggung jawab terhadap apa yang mereka (kaum muslimin yang berperang dengan tidak gigih) lakukan”.
            Salim (mantan budak Abu Hudzaifah) yang memegang bendera kaum Muhajirin bergabung bersamanya. Tsabit dan Salim menggali dua lubang, lalu mereka berdua masuk ke dalam lubang tersebut dan menimbun badan mereka dengan tanah, sehingga separuh tubuh mereka tertutup tanah. Kedua orang tersebut bagai paku bumi yang separuh badannya tertanam di dalam tanah, dan separuhnya lagi menghadap ke arah musuh dan siap menghadapi setiap pasukan musuh yang mendekat. Tsabit dan Salim membabat habis setiap tentara musuh yang mendekat, hingga akhirnya mereka berdua menemui kesyahidan di lubang yang mereka gali itu.
            Ternyata, tindakan dua tentara muslim itu sangat besar pengaruhnya dalam mengembalikan semangat pasukan muslimin. Pasukan muslimin kembali berperang dengan gigih hingga akhirnya pasukan Musailamah terkubur bersama pasir dan tanah untuk selamanya.

            Tsabit bin Qais, sang orator dan prajurit tiada tanding ini memiliki jiwa yang patuh dan hati yang tunduk. Ia sangat takut dan malu kepada Allah SWT. Ketika Allah menurunkan ayat, “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada setiap orang yang congkak dan sombong” (Luqman : 18) , Tsabit menutup pintu rumahnya dan duduk menangis. Tindakan seperti itu ia lakukan agak lama, hingga terdengar oleh Rasulullah. Tsabit pun dipanggil oleh Rasulullah dan ditanya tentang tindakannya itu. Tsabit menjawab,”Ya Rasulullah, aku ini suka baju yang bagus dan sandal yang bagus. Aku khawatir termasuk orang-orang yang congkak”. Nabi SAW menjawab dengan tertawa, “Kamu tidak termasuk orang yang congkak. Kamu akan hidup dengan baik. Kamu mati dengan baik dan masuk surga”.
            Ketika Allah menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara melebihi suara Nabi dan janganlah berkata kepada Nabi dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara diantara kalian sendiri, karena yang demikian itu menjadikan amal kebaikan kalian sia-sia tanpa kalian sadari.” (Al Hujurat : 2) Tsabit menutup pintu rumahnya lalu menangis. Rasulullah mencarinya dan menanyakan tentang dirinya. Rasulullah memerintahkan seseorang untuk memanggilnya. Tsabit pun memenuhi panggilan Rasulullah. Ketika ditanya tentang ketidakhadirannya, ia menjawab, “Aku ini orang yang sangat lantang suaranya. Aku sering meninggikan suara melebihi suaramu, ya Rasulullah. Jadi, amal kebaikanku sia-sia dan aku akan masuk neraka”. Rasulullah menjawab, “Kamu tidak termasuk mereka. Kamu akan hidup mulia. Mati sebagai syahid dan Allah akan memasukkan mu ke surga”.

            Ada sebuah cerita lagi tentang Tsabit, yang mungkin tidak masuk akal bagi mereka yang hanya memikirkan hal keduniawian.
            Ada seorang laki-laki muslim yang dalam tidurnya ia didatangi oleh Tsabit. Tsabit berkata pada lelaki itu, “Aku berpesan kepadamu dan jangan anggap ini hanyalah mimpi tidur (semata), lalu tidak kamu pedulikan. Setelah aku syahid kemarin, seorang laki-laki muslim lewat di dekatku, lalu mengambil baju perangku. Rumahnya paling ujung. Ia memiliki kuda yang tegap dan pandangannya selalu mendongak. Baju besi itu disimpan di dalam periuk dan ditutupi pelana. Pergilah kepada Khalid, minta ia mengirimkan orang untuk mengambilnya. Jika kamu kembali ke Madinah dan bertemu Khalifah Abu Bakar, katakana kepadanya bahwa aku mempunyai hutang sekian banyaknya. Aku mohon agar dia membayarnya”.
            Setelah bangun tidur, laki-laki itu menceritakan mimpinya kepada Khalid bin Walid. Khalid pun mengirim orang untuk mengambil baju besi itu. Ternyata, baju besi itu tepat berada di tempat yang disebutkan Tsabit.
            Ketika pasukan Islam sudah kembali ke Madinah, laki-laki itu bercerita kepada Khalifah Abu Bakar tentang mimpinya. Khalifah pun membayar hutang Tsabit.
            Dalam sejarah Islam, inilah satu-satunya pesan orang yang telah meninggal dunia yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Allah berfirman, “Dan janganlah kalian mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Mereka hidup di sisi Tuhan dan diberi rezeki”. (Ali Imran : 169)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar