“Shalatlah kalian sebagaiman kalian melihatku shalat” (HR.Bukhori)
1. Berwudhu Secara Sempurna
Dalam hadits Abdullah bin Umar r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda :
“Tidak akan diterima (oleh Allah) shalat yang dikerjakan tanpa wudhu dan tidak akan diterima (oleh Allah) shodaqoh dari harta yang haram” (HR.Muslim)
2. Menghadap Ke arah Kiblat (Ka’bah)
Dalam hadits Abu Hurairah r.a. yang menceritakan tentang seseorang yang tidak menyempurnakan shalatnya, Nabi SAW bersabda :
“Jika engkau hendak mengerjakan shalat, maka berwudhu lah secara sempurna terlebih dahulu, kemudian menghadaplah kea rah kiblat…..” (HR.Bukhori dan Muslim)
3. Membuat Sutrah
Sutrah adalah sesuatu yang dilatakkan di depan orang yang sedang shalat, sebagai pembatas.
Hal ini didasarkan pada hadits Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Hendaklah seseorang dari kalian membuat sutrah sewaktu mengerjakan shalat, meskipun dengan anak panah” (HR.Hakim, Thabarani dan Ahmad)
Didasarkan pula pada hadits Abu Dzar r.a, dia berkata :
“Rasulullah SAW bersabda :
Jika seseorang dari kalian mengerjakan shalat, dia dianggap telah membuat sutrah meskipun yang diletakkan berupa benda, seperti sandaran pelana. Jika di depannya tidak diletakkan benda tersebut atau yang semisalnya, maka shalatnya menjadi terputus (tidak sempurna) jika ada keledai, wanita atau anjing hitam yang lewat di depannya” (HR.Muslim)
Posisi sutrah hendaknya didekatkan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa’id r.a, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda :
“Jika seseorang dari kalian mengerjakan shalat, hendaklah dia shalat dengan menghadap ke sutrahnya dan agar mendekat padanya (sutrahnya)” (HR.Abu Dawud)
Antara sutrah dan tempat sujud seseorang hendaklah diberi jarak selebar tempat yang bisa dilalui seekor kambing atau antara dia dan sutrahnya berjarak kira-kira selebar tempat yang cukup untuk melakukan sujud dan hendaknya tidak lebih dari 3 hasta (+ 54 inchi).
Dalam hadits Sahl bin Sa’ad r.a, dia berkata :
“Jarak antara tempat shalat (tempat sujud) Rasulullah SAW dan dinding (arah kiblat) adalah selebar tempat yang bias dilalui seekor kambing” (HR.Bukhori dan Muslim)
Jika ada seseorang hendak lewat di depan orang yang sedang shalat, hendaklah orang yang sedang shalat itu mencegah dan menghalangi (orang yang ingin lewat itu). Jika orang tersebut tetap memaksa hendak lewat, hendaklah dia (orang yang sedang shalat) itu mendorongnya dengan kuat.
Hal ini didasarkan pada hadits Abu Sa’id Al-Khudri r.a, dia berkata :
“Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Jika seseorang dari kalian sedang shalat dengan meletakkan sutrah di depannya, lalu ada seseorang hendak lewat di depannya, hendaklah dia mencegahnya. Jika orang tersebut tetap memaksa untuk lewat, maka bunuhlah, sebab dia itu tidak lain adalh setan” (HR.Bukhori dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim disebutkan :
“….sebab bersamanya ada (setan) yang menyertainya”
Siapapun orangnya, tidak diperbolehkan lewat di depan orang yang sedang shalat.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Juhaim r.a, Rasulullah SAW bersabda :
“Sekiranya orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat mengetahui betapa besar dosa yang harus ditanggungnya, niscaya berdiri selama 40 masa lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yang sedang shalat” (HR.Bukhori dan Muslim)
Abu Nadhr (seorang perawi hadits ini) berkata : “Aku tidak tahu apakah maksudnya 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun”
Sutrah Imam merupakan sutrah bagi makmum nya juga.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abdullah Ibnu Abbas r.a yang menyebutkan bahwasanya dia pernah dating (terlambat) dengan mengendarai keledai betinanya, disebabkan pada hari itu dia habis mengalami ihtilam (mimpi basah). Sementara pada saat itu Rasulullah SAW sudah berdiri di Mina dalam haji Wada’ tengah mengimami shalat orang banyak dengan tidak menghadap ke dinding. Ibnu ‘Abbas pun mengendarai keledainya dan lewat di depan sebagian shaf pertama, lalu turun, lalu bergabung dalam shaf bersama orang banyak di belakang Rasulullah SAW, dan tidak ada seorang pun pada saat itu yang menghalangi Ibnu ‘Abbas untuk lewat. Hal ini menunjukkan bahwa sutrah yang dibuat oleh imam adalah sutrah makmum juga.
4. Bertakbiratul Ihram
Nabi SAW pernah bersabda :
“Jika engkau telah berdiri untuk mengerjakan shalat, maka bertakbirlah”
(HR.Bukhori dan Muslim)
Nabi SAW pernah bersabda kepada Imran bin Hushain r.a :
“Shalatlah engkau sambil berdiri, jika tidak mampu, shalatlah sambil duduk, dan jika tak mampu, maka shalatlah sambil berbaring miring” (HR.Bukhori)
Dalam hadits ‘Umar bin Khattab r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda :
“Sesungguhnya semua amal itu tergantung pada niatnya” (HR.Bukhori dan Muslim)
Bertakbiratul ihram ada beberapa cara :
Ø Bahwa Nabi SAW mengangkat kedua tangannya terlebih dahulu, kemudian bertakbir.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a, dia berkata :
“Adalah Rasulullah SAW bila berdiri hendak shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, kemudian bertakbir” (HR. Muslim)
Dalam hadits Abu Humaid As-Sa’idi r.a disebutkan :
“Adalah Rasulullah SAW jika berdiri hendak shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, baru kemudian bertakbir” (HR.Bukhori dan Abu Dawud)
Ø Bahwa Nabi SAW bertakbir terlebih dahulu, kemudian mengangkat kedua tangannya.
Diriwayatkan dari Abu Qilabah :
Bahwa dia pernah melihat Malik bin Huwairits ketika mengerjakan shalat, dia (Malik) bertakbir terlebih dahulu, baru kemudian mengangkat kedua tangannya… Malik mengatakan bahwa Rasulullah SAW melakukan yang demikian. (HR.Bukhori dan Muslim)
Ø Bahwa Nabi SAW mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir.
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, dia berkata :
“Aku pernah melihat Nabi SAW memulai takbir dalam shalatnya. Beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir dan kedua tangannya itu beliau sejajarkan dengan kedua bahunya” (HR.Bukhori dan Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi SAW pernah bersabda :
“Hendaklah orang-orang berhenti dari menengadahkan pandangan mereka ke atas ketika shalat, atau penglihatan mereka benar-benar akan dihilangkan” (HR.Muslim)
5. Meletakkan Tangan Di Dada
Yakni telapak tangan kanan diletakkan di atas punggung telapak, pergelangan dan lengan tangan kiri.
Dalam hadits Wa’il bin Hujr, dia berkata :
“Aku pernah mengerjakan shalat bersama Nabi SAW. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di dada” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Dalam lafazh lain disebutkan :
“….kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak, pergelangan dan lengan tangan kirinya” (HR.Abu Dawud dan Nasa’i)
6. Membaca Doa Iftitah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dia berkata :
“Adalah Rasulullah SAW bila selesai bertakbiratul ihram dalam shalat, beliau diam sebentar sebelum membaca (Al Fatihah), lalu aku bertanya : Ya Rasulullah, demi Bapakku, engkau dan Ibuku, bolehkah aku tahu apa yang engkau baca saat engkau diam diantara takbiratul ihram dan membaca (Al Fatihah)?. Beliau menjawab : “Aku membaca Allohumma baa’id bainii wa baina khothooyaaya kamaa baa’atta bainal masyriqi wal maghrib. Allohumma naqqinii min khothooyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadu minad danas. Allohummaghsilnii min khothooyaaya bits tsalji wal maa’i wal barod”
(HR.Bukhori dan Muslim)
Diriwayatkan dari Anas r.a,
bahwa pernah ada seorang laki-laki yang dating (terlambat) lalu masuk ke shaf, sementara nafasnya terdengar ngos-ngosan. Selanjutnya dia lalu membaca :
“Alhamdu lillahi hamdan katsiron thoyyiban mubaarokan fiih”
Setelah selesai shalat Rasulullah SAW bersabda :
“…sungguh tadi aku melihat 12 Malaikat saling berlomba untuk bisa mencatatnya” (HR.Muslim)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, dia berkata :
“Ketika kami tengah mengerjakan shalat bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba ada seseorang yang (dating lalu) membaca doa iftitah : “Allohu akbaru kabiiroo, wal hamdu lillahi katsiiroo, wa subhanalloohi bukrotawwa ashilaa.
Lalu Rasulullah SAW bersabda :
“…aku merasa senang dengan doa ini. Pintu-pintu langit juga terbuka untuknya” (HR.Muslim)
Dan masih ada doa-doa iftitah yang lainnya, yang berasal dari Nabi SAW.
7. Membaca Ta’awwudz dan Basmallah
Bacaan Ta’awwudz adalah :
· A’uudzu billaahi minasy syaithoonir rojiim
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”
· A’uudzu billahis samii’il ‘aliimi minasy syaithoonir rojiim, min hamzihii, wa nafkhihii, wa naftsih
“Aku berlindung kepada Allah, Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, yakni dari kesurupannya, dari kesombongannya dan dari perasaan buruk yang berasal dari nya” (HR.Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Bacaan Basmallah adalah :
Bismillahir rohmaanir rohiim
“Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”
Didasarkan pada hadits Anas r.a, dia berkata :
“Aku pernah shalat bermakmum kepada Rasulullah SAW, Abu Bakar, ‘Umar dan Utsman. Mereka tidak menjahrkan bacaan ‘Bismillaahir rohmaanir rohiim” (HR.Ahmad, Nasa’I dan Ibnu Khuzaimah)
Dan bacaan Basmallah merupakan ayat yang tersendiri, bukan bagian dari Surat Al Fatihah.
8. Membaca Al-Fatihah
Hal ini didasarkan pada hadits Ubadah bin Shamit r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah” (HR.Bukhari dan Muslim)
Tetapi kewajiban membaca Al Fatihah menjadi gugur bagi makmum masbuq yang mendapati Imam sudah melakukan ruku’.
Dan membaca Al Fatihah juga gugur bagi makmum yang lupa atau tidak hafal.
Hal ini didasarkan pada hadits Abu Bakrah r.a yang menyebutkan bahwasanya dia pernah dating terlambat dalam mengikuti shalat berjama’ah yang ketika itu dia mendapati Nabi SAW tengah ruku’, sehingga dia (Abu Bakrah) pun melakukan ruku’ sebelum sampai di shaf. Setelah selesai shalat, dia (Abu Bakrah) menceritakan keterlambatannya itu kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda :
“Semoga Allah menambahkan kemauan kepadamu (dalam mengerjakan kebajikan). Akan tetapi, janganlah kamu ulangi lagi (tindakanmu yang tergesa-gesa, lalu ruku’ sebelum sampai di shaf itu)” (HR.Bukhari)
9. Membaca Aamiin Setelah Selesai Membaca Al Fatihah
Aamiin artinya Ya Allah, kabulkanlah doa kami.
Hal ini didasarkan pada hadits Abu Hurairah r.a, dia berkata :
“Adalah Rasulullah SAW bila selesai membaca Ummul Qur’an (Al Fatihah), beliau mengucapkan ‘aamiin’ seraya mengeraskan suaranya” (HR.Daraquthni dan Hakim)
“Bila Imam mengucapkan ‘aamiin’, maka ucapkanlah ‘aamiin’, sebab barang siapa yang ucapan ‘aamiin’nya bersamaan dengan ucapan ‘aamiin’nya para Malaikat, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni” (HR.Bukhari dan Muslim)
“Bila Imam telah mengucapkan ‘ghoiril maghduubi alaihim waladhdhooolliin’, maka ucapkanlah ‘aamiin’, sebab barang siapa yang ucapannya ‘aamiin’nya bersamaan dengan ucapan ‘aamiin’nya para Malaikat, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni” (HR.Bukhari dan Muslim)
Bagi yang tidak bisa atau belum bisa membaca Al Fatihah, maka dia boleh membaca suatu ayat Al Qur’an yang dia kuasai. Bila tidak bisa atau belum ada ayat di Al Qur’an yang dihafalnya, maka dia boleh membaca :
“Subhanallooh, walhamdu lillaah, wa laa ilaaha illallooh, walloohu akbar, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim”
Hal ini didasarkan pada hadits ‘Abdullah bin Abi Aufa r.a, dia berkata :
Pernah ada seseorang dating kepada Nabi SAW, lalu berkata : “Sesungguhnya aku belum hafal satu ayat pun dari Al Qur’an. Karenanya, ajari aku suatu bacaan yang bisa kubaca (dalam shalatku).” Beliau bersabda : “Ucapakanlah : ‘Subhaanallooh, walhamdu lillaah, wa laa ilaaha illallooh, walloohu akbar, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil aliyyil azhiim’” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Hibban, Daraquthni dan Hakim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar