Kamis, 21 April 2011

Mush'ab bin Umair (sahabat Nabi SAW)

MUSH’AB BIN UMAIR
(Duta Islam yang Pertama)

            Mush’ab bin Umair adalah satu diantara para sahabat Nabi SAW. Dia seorang remaja Quraisy paling menonjol, paling tampan dan paling bersemangat. Para penulis sejarah biasa menyebutnya “Pemuda Makkah yang menjadi sanjungan semua orang”.
            Dia lahir dan dibesarkan dalam limpahan kenikmatan. Bisa jadi, tak seorang pun diantara pemuda Mekah yang dimanjakan kedua orang tuanya seperti yang didapatkan Mush’ab Bin Umair.
            Kaum muslimin biasa menyebut Mush’ab Bin Umair sebagai Mush’ab Al Khair (Mush’ab yang baik). Dia adalah salah satu orang yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad SAW.
            Suatu hari, anak muda ini mendengar tentang Muhammad SAW yang selama ini dikenal jujur. Berita ni juga mulai didengar oleh penduduk Mekah. Muhammad yang selalu dikenal sebagai orang yang jujur itu menyatakan bahwa dirinya telah diutus Allah SWT sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Mengajak kepada manusia beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.
            Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Mush’ab. Dengan sedikit strategi, dia berhasil lolos dari kurungan ibu dan para penjaganya. Lalu Mush’ab hijrah ke Habasyah.
            Dia tinggal di Habasyah bersama saudara-saudaranya sesama Muhajirin. Lalu ia pulang ke Mekah, kemudian pergi lagi ke Habasyah untuk kedua kalinya bersama para sahabat atas titah Rasulullah SAW. Baik di Habasyah maupun di Mekah, keimanan Mush’ab semakin mantap. Dia menapaki pola hidup baru yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu hidup yang sederhana. Mush’ab sudah mantap dan yakin kalau seluruh kehidupannya akan diberikan hanya untuk Allah SWT.
            Pada suatu hari, Mush’ab menghampiri kaum muslimin yang sedang duduk di sekeliling Rasulullah SAW. Melihat penampilan Mush’ab yang memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal dia adalah seorang anak muda yang selalu dimanjakan oleh orang tuanya. Para kaum muslimin pun sedih dan menangis. Tetapi Rasulullah menatap Mush’ab dengan tatapan penuh arti, cinta kasih dan syukur dalam hati. Kedua bibir Rasulullah SAW tersenyum bahagia dan bersabda : “Dahulu, tiada yang menandingi Mush’ab dalam mendapatkan kesenangan dari orang tuanya. Lalu semua kesenangan itu dia tinggalkan demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya”
            Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush’ab untuk kembali menyembah berhala-berhalanya, ibunya itu menghentikan segala pemberiannya kepada Mush’ab. Bahkan, ibunya tidak mengizinkan makanannya dimakan oleh orang yang telah mengingkari berhala-berhala itu meskipun yang mengingkari itu adalah anaknya kandungnya sendiri. Terakhir kali ibunya bertemu Mush’ab adalah saat ibunya hendak mencoba mengurungnya lagi sewaktu Mush’ab pulang dari Habasyah.
            Mush’ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang pernah didapatnya, dan memilih hidup miskin dan kekurangan. Pemuda ganteng itu, kini hanya mengenakan pakaian yang kasar, sehari makan dan beberapa hari rela menahan lapar. Akan tetapi, jiwanya yang telah dihiasi akidah suci dan cahya ilahi, mengubah dirinya menjadi seorang manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani.
            Mush’ab dipilih oleh Rasulullah untuk menjadi utusan Rasulullah ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbai’at kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Sebenarnya, dikalangan para sahabat saat itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungannya dengan Rasulullah SAW daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah memilih Mush’ab untuk mengemban tugas penting ini. Mush’ab memikul amanah ini dengan bekal kecerdasan dan akhlak mulia yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan keikhlasan, Mush’ab berhasil memikat hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.
            Saat Mush’ab memasuki Madinah, jumlah orang Islam hanya 12 orang. Tetapi, hanya dalam beberapa bulan, penduduk Madinah sudah berbondong-bondong masuk Islam. Pada musim haji berikutnya, kaum muslimin Madinah mengirim utusan sebanyak 70 orang untuk menemui Nabi SAW.
            Di Madinah, Mush’ab tinggal sebagai tamu di rumah As’ad bin Zurarah. Dengan didampingi As’ad, ia mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan untuk membacakan ayat-ayat Al Qur’an, menyampaikan “bahwa hanya Allah Tuhan yang berhak disembah”.
            Suatu hari, ketika sedang berdakwah di tengah orang-orang suku Abdul Asyhal, tiba-tiba Usaid bin Hudhair, sang kepala suku muncul dengan menghunus tombak. Usaid berpendapat bahwa Mush’ab hendak menyelewengkan keyakinan para penduduknya, dari tuhan lama mereka dan beralih kepada Tuhan Yang Satu. Tuahan yang sama sekali belum mereka kenal dan belum pernah mereka lihat. Akan tetapi Mush’ab Al Khair tetap tenang dengan raut wajah yang tidak berubah. Mush’ab membacakan ayat-ayat Al Qur’an dan mulai berdakwah, sesuai dengan dakwah Nabi Muhammad SAW. Bacaan dan dakwah Mush’ab mengalir ke telinga Usaid, memasuki dada dan menerangi hati. Serentak gema tahlil berkumandang dari bibir para kaum muslimin, ‘Laaailaahaillallah, Muhammadur rasulullah’.

            Di pihak lain, kaum Quraisy semakin geram. Mereka menyiapkan kekuatan untuk melampiaskan dendam mereka terhadap kaum muslimin. Maka, terjadilah Perang Uhud, kaum Quraisy ingin membalas kekalahannya pada Perang Badar.
            Rasulullah berdiri di tengah barisan kaum muslimin dan memilih Mush’ab sebagai pembawa bendera pasukan. Perang mulai berkecamuk dengan sengitnya. Tetapi karena ketidak patuhan kaum muslimin terhadap perintah Rasulullah SAW, menyebabkan kekalahan di pihak muslimin. Pasukan berkuda musuh, menyerang tanpa diduga dari atas bukit dan mengarahkan serangan ke Rasulullah SAW. Menyadari hal itu, Mush’ab mengacungkan benderanya tinggi-tinggi seraya bertakbir dengan suara lantang ‘Allahu akbar’. Ia ingin mengalihkan perhatian musuh yang tertuju kepada Rasulullah SAW.
            Sungguh, walaupun seorang diri, Mush’ab bertempur bagaikan satu pasukan tentara. Satu tangannya memegang bendera yang harus terus berkibar dan tangan satunya lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam. Seorang tentara berkuda musuh, Ibnu Qamiah, menyerang Mush’ab dan berhasil menebas tangan kanan Mush’ab. Lalu bendera pasukan itu, ia pindahkan ke tangan kirinya dan ia kibarkan. Pasukan musuh pun juga berhasil menebas tangan kiri Mush’ab. Lalu bendera pasukan itu, ia pegang dengan kedua pangkal tangannya yang telah putus. Lalu pasukan berkuda musuh, menyerang Mush’ab dengan tombak yang dihujamkan ke dada Mush’ab.
            Akhirnya, gugurlah Mush’ab dan jatuhlah bendera pasukan yang tadi dipegangnya. Mush’ab gugur sebagai syuhada setelah berjuang dengan gigih.

Tsabit bin Qais (sahabat Nabi SAW)

TSABIT BIN QAIS
(Orator Kebanggaan Rasulullah dan Islam)


            Tsabit bin Qais adalah orator kebanggaan Rasulullah dan Islam. Kata-katanya kuat, tegas, padat dan menarik. Ketika Madinah kedatangan utusan kaum dari seluruh penjuru jazirah Arab, datang pula utusan dari bani Tamim. Salah seorang dari bani Tamim berkata kepada Rasulullah, “Kami datang untuk menunjukkan kelebihan kaum kami. Izinkan penyair dan orator dari kaum kami berbicara”. Rasulullah tersenyum dan berkata kepada bani Tamim, “Aku izinkan, silahkan.”
            Utharid bin Hajib yang ditunjuk sebagai orator dari bani Tamim. Utharid mulai berbicara membanggakan kelebihan kaumnya. Setelah Utharid selesai berbicara, Rasulullah berkata kepada Tsabit bin Qais, “Berdiri dan jawablah”.
            Tsabit berdiri dan mulai berbicara, “Segala puji bagi Allah. Langit dan bumi adalah ciptaan-Nya. Keduanya berjalan sesuai aturan-Nya. Singgasananya meliputi ilmu-Nya. Setiap yang ada adalah karunia-Nya. Dengan keMaha Kuasaan-Nya, kami dijadikan pemimpin. Memilih manusia yang terbaik sebagai Rasul, dialah manusia paling mulia, paling jujur dan paling tinggi derajatnya, kepadanya diberi Al Qur’an dan diserahi tanggung jawab untuk membimbing seluruh manusia, dialah manusia terbaik pilihan Allah di alam semesta ini, ia mengajak manusia beriman, ajakannya disambut baik oleh kerabat dan kaumnya. Merekalah kelompok manusia dari keturunan terbaik dan tingkah laku mereka juga sangat baik. Merekalah orang-orang Muhajirin. Kemudian kami, kaum Anshar datang menyambut baik ajakannya. Kamilah para penolong agama Allah dan pendamping Rasul-Nya.
            Itulah kata-kata yang terucap dari mulut Tsabit bin Qais. Begitu tegas, padat dan menarik perhatian orang-orang yang mendengarnya.
            Kiprah Tsabit di medan perang dimulai pada Perang Uhud. Setelah itu, ia tidak pernah absen di setiap peperangan. Perjuangan dan pengorbanannya luar biasa dan menakjubkan. Pada Perang Riddah, ia selalu berada di depan, membawa bendera kaum Anshar, menyabetkan pedangnya tanpa henti. Pada Perang Yamamah, ia melihat dampak buruk dari serangan mendadak pasukan Musailamah Al Kadzdzab. Maka, ia berseru dengan suara lantang dan menggelegar, “Demi Allah, tidak seperti ini dulu ketika kami berperang bersama Rasulullah.” Lalu ia pergi sebentar, ketika kembali ternyata badannya sudah terbalut kain kafan. Lalu ia berseru lagi, “Ya Allah, aku benar-benar tidak bertanggung jawab terhadap apa yang mereka (kaum muslimin yang berperang dengan tidak gigih) lakukan”.
            Salim (mantan budak Abu Hudzaifah) yang memegang bendera kaum Muhajirin bergabung bersamanya. Tsabit dan Salim menggali dua lubang, lalu mereka berdua masuk ke dalam lubang tersebut dan menimbun badan mereka dengan tanah, sehingga separuh tubuh mereka tertutup tanah. Kedua orang tersebut bagai paku bumi yang separuh badannya tertanam di dalam tanah, dan separuhnya lagi menghadap ke arah musuh dan siap menghadapi setiap pasukan musuh yang mendekat. Tsabit dan Salim membabat habis setiap tentara musuh yang mendekat, hingga akhirnya mereka berdua menemui kesyahidan di lubang yang mereka gali itu.
            Ternyata, tindakan dua tentara muslim itu sangat besar pengaruhnya dalam mengembalikan semangat pasukan muslimin. Pasukan muslimin kembali berperang dengan gigih hingga akhirnya pasukan Musailamah terkubur bersama pasir dan tanah untuk selamanya.

            Tsabit bin Qais, sang orator dan prajurit tiada tanding ini memiliki jiwa yang patuh dan hati yang tunduk. Ia sangat takut dan malu kepada Allah SWT. Ketika Allah menurunkan ayat, “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada setiap orang yang congkak dan sombong” (Luqman : 18) , Tsabit menutup pintu rumahnya dan duduk menangis. Tindakan seperti itu ia lakukan agak lama, hingga terdengar oleh Rasulullah. Tsabit pun dipanggil oleh Rasulullah dan ditanya tentang tindakannya itu. Tsabit menjawab,”Ya Rasulullah, aku ini suka baju yang bagus dan sandal yang bagus. Aku khawatir termasuk orang-orang yang congkak”. Nabi SAW menjawab dengan tertawa, “Kamu tidak termasuk orang yang congkak. Kamu akan hidup dengan baik. Kamu mati dengan baik dan masuk surga”.
            Ketika Allah menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara melebihi suara Nabi dan janganlah berkata kepada Nabi dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara diantara kalian sendiri, karena yang demikian itu menjadikan amal kebaikan kalian sia-sia tanpa kalian sadari.” (Al Hujurat : 2) Tsabit menutup pintu rumahnya lalu menangis. Rasulullah mencarinya dan menanyakan tentang dirinya. Rasulullah memerintahkan seseorang untuk memanggilnya. Tsabit pun memenuhi panggilan Rasulullah. Ketika ditanya tentang ketidakhadirannya, ia menjawab, “Aku ini orang yang sangat lantang suaranya. Aku sering meninggikan suara melebihi suaramu, ya Rasulullah. Jadi, amal kebaikanku sia-sia dan aku akan masuk neraka”. Rasulullah menjawab, “Kamu tidak termasuk mereka. Kamu akan hidup mulia. Mati sebagai syahid dan Allah akan memasukkan mu ke surga”.

            Ada sebuah cerita lagi tentang Tsabit, yang mungkin tidak masuk akal bagi mereka yang hanya memikirkan hal keduniawian.
            Ada seorang laki-laki muslim yang dalam tidurnya ia didatangi oleh Tsabit. Tsabit berkata pada lelaki itu, “Aku berpesan kepadamu dan jangan anggap ini hanyalah mimpi tidur (semata), lalu tidak kamu pedulikan. Setelah aku syahid kemarin, seorang laki-laki muslim lewat di dekatku, lalu mengambil baju perangku. Rumahnya paling ujung. Ia memiliki kuda yang tegap dan pandangannya selalu mendongak. Baju besi itu disimpan di dalam periuk dan ditutupi pelana. Pergilah kepada Khalid, minta ia mengirimkan orang untuk mengambilnya. Jika kamu kembali ke Madinah dan bertemu Khalifah Abu Bakar, katakana kepadanya bahwa aku mempunyai hutang sekian banyaknya. Aku mohon agar dia membayarnya”.
            Setelah bangun tidur, laki-laki itu menceritakan mimpinya kepada Khalid bin Walid. Khalid pun mengirim orang untuk mengambil baju besi itu. Ternyata, baju besi itu tepat berada di tempat yang disebutkan Tsabit.
            Ketika pasukan Islam sudah kembali ke Madinah, laki-laki itu bercerita kepada Khalifah Abu Bakar tentang mimpinya. Khalifah pun membayar hutang Tsabit.
            Dalam sejarah Islam, inilah satu-satunya pesan orang yang telah meninggal dunia yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Allah berfirman, “Dan janganlah kalian mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Mereka hidup di sisi Tuhan dan diberi rezeki”. (Ali Imran : 169)

Minggu, 17 April 2011

Ubay bin Ka'b (sahabat Nabi SAW)

UBAY BIN KA’B
(Selamat Atas Ilmu yang Kau Miliki)

            

            Rasulullah pernah bertanya kepadanya (Ubay bin Ka’b), “Hai Abu Munzir, dari sekian banyak firman Allah di dalam Al Qur’an, manakah yang paling agung?”
            Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
            Rasulullah mengulangi lagi, “Hai Abu Munzir, dari sekian banyak firman Allah di dalam Al Qur’an, manakah yang paling agung?”
            Ubay menjawab, “Allah, tiada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Hidup dan Maha Pengatur.” (Al Baqarah : 255)
            Rasulullah SAW menepuk dada Ubay dan dengan bangga beliau bersabda , “Hai Abu Munzir, selamat atas ilmu yang kau capai.”
            Ubay bin Ka’b termasuk orang-orang Anshar, dari suku Khazraj. Ia ikut dalam Bai’at Aqabah, Perang Badar dan peristiwa penting lainnya. Ia sangat disegani dan dihormati oleh kaum muslimin pada zaman itu. Umar bin Khaththab berkata, “Ubay adalah pemimpin kaum muslimin”
            Ubay bin Ka’b termasuk jajaran teratas para penulis wahyu dan surat-surat Nabi. Kemampuannya menghafal, membaca dan memahami Al Qur’an sangat luar biasa. Rasulullah pernah bersabda kepadanya, “Ubay, aku diperintahkan membacakan Al Quran kepadamu.”
Ubay tau bahwa Rasulullah menerima perintah itu dari Allah SWT. Maka dengan semangat Ubay bertanya, “Ya Rasulullah, demi ayah, engkau dan ibuku, apakah namaku disebut?”
Rasulullah menjawab, “Ya, namamu dan nama nenek moyangmu disebut di hadapan penduduk langit.”  Seorang muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi SAW pastilah bukan orang yang sembarangan, seorang muslim itu pastilah seorang muslim yang mulia dan sangat mulia.
Sepanjang kehidupan Rasulullah SAW, Ubay tidak henti-hentinya berguru kepada beliau. Setelah beliau wafat, Ubay tetap komitmen di jalurnya. Ibadah, ketaatan dan akhlaknya sungguh luar biasa.
Ubay tidak henti-hentinya mengingatkan kaumnya untuk berperilaku dan berlaku zuhud. Ia selalu berpegang teguh pada ketakwaan dan sifat zuhud, hingga ia tidak terperdaya oleh urusan duniawi karena ia tau hakikat dunia. Meskipuan ia berusia panjang dan bergelimang kenikmatan serta kemewahan, ia tau bahwa ia pasti akan berjumpa dengan satu waktu yang semua kemewahan itu menjadi sia-sia, karena yang berguna hanyalah amal ibadah.
Ia pernah brkata, “Makanan yang kita makan adalah perumpamaan untuk dunia, ada yang enak dan ada pula yang tidak enak. Tetapi lihatlah, menjadi apa makanan itu.”

Ketika wilayah Islam semakin luas dan kaum muslimin banyak yang bermuka manis kepada para penguasa, Ubay berbicara dengan lantang, “Mereka ini akan binasa. Sungguh, demi Pemilik Ka’bah, mereka akan binasa dan dibinasakan. Aku tidak kasihan kepada mereka, tetapi aku kasihan kepada kaum muslimin yang dibinasakan.”
Ubay adalah orang yang shalih dan bertakwa. Ia menangis saat menyebut Allah dan Hari Akhir. Badannya bergetar setiap membaca dan mendengar ayat-ayat Al Qur’an. Ada satu ayat yang ketika ia baca atau ia dengarkan, ia pasti sangat sedih. Ayat itu adalah,
“Katakanlah, ‘Dia yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain’”. (Al-An’am : 65)
Yang paling dicemaskan Ubay terhadap kaum muslimin adalah datangnya suatu generasi dimana mereka saling bermusuhan. Ia selalu memohon kepada Allah untuk diberikan keselamatan, dan Allah SWT memberikan keselamatan itu. Lalu, ia menghadap Tuhannya dalam keadaan beriman, aman, tenteram dan dijanjikan pahala.

Kamis, 07 April 2011

Riwayat Singkat Imam Bukhari

IMAM BUKHARI
(194 – 256 H / 810 – 870 M)

            Beliau adalah Amirul Mukminin dalam ilmu hadits. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim ibnu Al Mughirah ibnu Bardizbah. Moyangnya yang bernama Bardizbah adalah beragama Majusi, agama kaumnya waktu itu. Putra Bardizbah yang bernama Mughirah memeluk Islam dibawah bimbingan Yaman Al Ju’fi, Gubernur Bukhara (Bukhara adalah nama kota yang berada di negeri Rusia). Sehingga dia (Mughirah) dipanggil Mughirah Al Ju’fi.
            Sedangkan riwayat kakeknya, Ibrahim, tidak diketahui dengan jelas. Namun ayahnya yang bernama Ismail adalah ulama besar di bidang hadits. Ayahnya itu belajar hadits dari Hammad ibnu Zayd dan Imam Malik. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh orang Irak. Riwayat hidupnya ditulis oleh Ibnu Hibban dalam kitab As-Siqah. Begitu juga putranya, Imam Bukhari menulis riwayat hidup Ayahnya dalam kitab At-Tarikh Al-Kabir.
            Ayah Imam Bukhari adalah seorang yang alim, wara’ dan taqwa. Menjelang wafat, beliau berkata ; “Di dalam hartaku tidak terdapat uang yang haram atau yang syubhat sedikitpun” Dengan demikian, jelas sudah bahwa Imam Bukhari hidup dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara’. Tidak heran, bila Imam Bukhari mewarisi sifat-sifat mulia dari Ayahnya.

·         Kelahiran dan Pertumbuhan Imam Bukhari

Imam Bukhari dilahirkan di Bukhara setelah shalat Jum’at, 13 Syawal 194 H. Ayahnya meninggal ketika Imam Bukhari masih kecil dan Ayahnya pun meninggalkan banyak harta yang cukup untuk hidup baik dan terhormat. Imam Bukhari dibina dan dididik oleh Ibunya dengan tekun dan penuh perhatian. Sejak kecil, Imam Bukhari selalu mendapat lindungan dari Allah SWT. Ada yang mengatakan bahwa sewaktu kecil, mata Imam Bukhari tidak bias melihat. Ibunya sangat bersedih karenanya, dan selalu berdoa untuk kesembuhan mata Anaknya itu. Lalu, Ibunya bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s yang berkata : “Wahai Ibu, Allah SWT telah menyembuhkan penyakit mata Anakmu karena doamu”. Keesokan harinya, sang Ibu melihat mata Anaknya sudah bercahaya. Maka, duka hati Ibunya itu pun berubah menjadi kesenangan.


·         Kecerdasan dan Keunggulan Imam Bukhari

Kecerdasan Imam Bukhari sudah tampak sejak kecil. Allah SWT menganugerahinya daya hafalan yang tinggi, kuat dan jiwa yang cemerlang. Ketika berusia 10 tahun, beliau sudah banyak menghafal hadits. Kemudian beliau menemui para Ulama dan Imam di negerinya untuk belajar hadits, bertukar fikiran dan berdiskusi. Sebelum berusia 16 tahun, beliau sudah hafal kitab Ibnu Mubarak dan Waki’, serta memahami pandapat ahlu ra’yi (rasionalis), ushul dan mazhab mereka.


·         Perjalanan ke Makkah dan Madinah

Pada tahun 210 H, Bukhari bersama Ibu dan saudaranya pergi ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji. Kemudian saudaranya yang berusia lebih tua dari Bukhari pulang ke Bukhara. Sedangkan Bukhari memilih tinggal di Makkah, salah satu tempat pusat menimba ilmu. Di kota itulah, beliau menempa diri untuk mereguk ilmu yang diinginkan. Kadangkala, beliau pergi ke Madinah. Di kedua kota suci itulah beliau menulis sebagian karyanya dan menyusun dasar-dasar Jami’us Shahih (Shahih Bukhari).

Beliau menulis At-Tarikh Al-Kabir di sisi makam Rasulullah SAW dan sering menulis di malam hari di bawah terang bulan. Dan mengarang tiga kitab Tarikh As-Saghir (yang kecil), Al-Awsat (yang besar) dan Al-Kabir (yang besar). Ketiga buku ini menunjukkan kemampuannya yang luar biasa mengenai rijalul hadits. Sehinnga beliau pernah berkata : “Sedikit sekali yang belum aku ketahui riwayat orang-orang yang kutulis dalam tarikh itu”


·         Kunjungannnya ke Berbagai Negeri

Imam Bukhari telah melakukan ekspedisi ke berbagai negeri, dan hampir seluruh negeri Islam dikunjunginya. Sehingga beliau pernah berkata : “Saya telah pergi ke Syam, Mesir, Jazirah dua kali, Basrah empat kali dan saya bermukim di Hijaz selama enam tahun, dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya pergi ke Kufah dan Baghdad untuk menemui Ulama Hadits”
Baghdad pada waktu itu adalah ibu kota dinasti Abasiyah, yang merupakan gudangnya ilmu pengetahuan dan ulama. Di negeri itu, beliau sering menemui Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahamad menganjurkan Bukhari tinggal di Baghdad dan melarangnya tinggal di Khurasan.
Dalam setiap perjalanannya, Imam Bukhari selalu mengumpulkan dan menulis hadits. Di tngah malam, beliau bangun dan menyalakan lampu dan menulis setiap yang terlintas di benaknya, kemudian lampu itu dimatikan. Hal ini dilakukan kurang lebih dua puluh kali setiap malam. Begitulah sebagian aktifitas Imam Bukhari, seluruh hidupnya dicurahkan untuk ilmu pengetahuan.



·         Guru Imam Bukhari

Dalam perjalanannya ke berbagai negeri, Imam Bukhari bertemu dengan guru-guru terkemuka yang dapat dipercaya. Beliau mengatakan : “Aku menulis hadits dari 1.080 guru, yang semuanya ahli hadits dan berpendirian bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan” Diantara para guru itu adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Firyabi, Maki bin Ibrahim Al Balkhi, Muhammad bin Yusu Al Baykandi dan Ibnu Rahawaih. Jumlah guru yang haditsnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 guru.


·         Sifat dan Akhlak Imam Bukhari

Imam Bukhari berbadan kurus, berperawakan sedang, kulitnya kecoklatan, makannya sedikit, pemalu, pemurah dan zuhud. Hartanya banyak disedekahkan secara terang-terangan atau pun sembunyi, terutama untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Beliau memberikan dana yang cukup besar untuk para pelajar. Beliau pernah berkata : “Sebulan penghasilan saya 500 dirham, semuanya untuk kepentingan pendidikan. Sebab, yang ada di sisi Allah itu lebih kekal dan lebih baik.

Imam Bukhari sangat berhati-hati dan sopan berbicara, terutama dalam mengkritik para perawi hadits. Terhadap perawi yang diketahui sudah jelas kebohongannya, ia cukup mengatakan “perlu dipertimbangkan”,”ahli hadits meninggalkannya”,”mereka tidak menghiraukannya”. Perkataannya yang tegas terhadap perawi yang tercela adalah “haditsnya diingkari”.

            Meskipun beliau sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun beliau meninggalkan hadits dari perawi yang diragukan. Beliau berkata : “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dipertimbangkan dan juga meninggalkan hadits yang jumlahnya sama atau lebih, karena menurutku, perawinya perlu dipertimbangkan”.



·         Wafatnya Imam Bukhari

Penduduk Samarkand memohon kepada Imam Bukhari agar menetap di negeri mereka. Beliau pergi untuk memenuhi permintaan itu. Ketika sampai di Khartand (desa kecil yang terletak 6 mil dari kota Samarkand) beliau singgah di kota itu untuk mengunjungi keluarganya yang hidup di daerah itu. Di desa itu, Imam Bukhari jatuh sakit dan menemui ajalnya.

Beliau wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M) dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum wafat, beliau berpesan agar jenazahnya dikafani dengan tiga helai kain, tanpa baju dan sorban. Jenazahnya dimakamkan setelah zuhur di hari Idul Fitri.

Minggu, 03 April 2011

Istri-Istri Rasulullah SAW

1.      Khodijah binti Khuwailid RA
Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khodijah 40 tahun. Dari pernikahnnya dengan Khodijah Rasulullah SAW memiliki sejumlah anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi semua anak laki-laki beliau meninggal. Sedangkan yang anak-anak perempuan beliau adalah: Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Rasulullah SAW tidak menikah dengan wanita lain selama Khodijah masih hidup.

2.      Saudah binti Zam’ah RA
Dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr.

3.      Aisyah binti Abu Bakar RA
Dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas dari kenabian, setahun setelah beliau menikahi Saudah atau dua tahun dan lima bulan sebelum Hijrah. Ia dinikahi ketika berusia 6 tahun dan tinggal serumah di bulan Syawwal 6 bulan setelah hijrah pada saat usia beliau 9 tahun. Ia adalah seorang gadis dan Rasulullah SAW tidak pernah menikahi seorang gadis selain Aisyah.
Dengan menikahi Aisyah, maka hubungan beliau dengan Abu Bakar menjadi sangat kuat dan mereka memiliki ikatan emosional yang khusus. Posisi Abu Bakar sendiri sangat penting dalam dakwah Rasulullah SAW baik selama beliau masih hidup dan setelah wafat. Abu Bakar adalah khalifah Rasulullah yang pertama yang di bawahnya semua bentuk perpecahan menjadi sirna.
Selain itu Aisyah ra adalah sosok wanita yang cerdas dan memiliki ilmu yang sangat tinggi dimana begitu banyak ajaran Islam terutama masalah rumah tangga dan urusan wanita yang sumbernya berasal dari sosok ibunda muslimin ini.

4.      Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA
Beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.
Dengan menikahi hafshah putri Umar, maka hubungan emosional antara Rasulullah SAW dengan Umar menjadi sedemikian akrab, kuat dan tak tergoyahkan. Tidak heran karena Umar memiliki pernanan sangant penting dalam dakwah baik ketika fajar Islam baru mulai merekah maupun saat perluasan Islam ke tiga peradaban besar dunia. Di tangan Umar, Islam berhasil membuktikan hampir semua kabar gembira di masa Rasulullah SAW bahwa Islam akan mengalahkan semua agama di dunia.

5.      Zainab binti Khuzaimah RA
Dari Bani Hilal bin Amir bin Sho-sho’ah dan dikenal sebagai Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi mereka. Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada tahun keempat Hijriyyah. Ia meninggal dua atau tiga bulan setelah pernikahannya dengan Rasulullah SAW .

6.      Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah RA
Sebelumnya menikah dengan Abu salamah, akan tetapi suaminya tersebut meninggal di bulan Jumada Akhir tahun 4 Hijriyah dengan meningalkan dua anak laki-laki dan dua anak perempuan. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal di tahun yang sama.
Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-anak yatim tersebut.

7.      Zainab binti Jahsyi bin Royab RA
Dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo’dah tahun kelima dari Hijrah.
Pernikahan tersebut adalah atas perintah Allah SWT untuk menghapus kebiasaan Jahiliyah dalam hal pengangkatan anak dan juga menghapus segala konskuensi pengangkatan anak tersebut.

8.      Juwairiyah binti Al-Harits RA
Pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza’ah. Ia merupakan tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya’ban tahun ke 6 Hijrah.
Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya (karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan perang.

9.      Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA
Sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Ketika Rasulullah SAW mengirim Amr bin Umayyah Adh-Dhomari untuk menyampaikan surat kepada raja Najasy pada bulan Muharrom tahun 7 Hijrah. Nabi mengkhitbah Ummu Habibah melalu raja tersebut dan dinikahkan serta dipulangkan kembali ke Madinah bersama Surahbil bin Hasanah.
Sehingga alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan sosok pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di Mekkah.

10.  Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA
Dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah.
Pernakahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka kabilah.

11.  Maimunah binti Al- Harits RA
Saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa’Sdah tahun 7 Hijrah pada saat melaksanakan Umroh Qadho.


Dari kesemua wanita yang dinikahi Rasulullah SAW, tak satupun dari mereka yang melahirkan anak hasil perkawinan mereka dengan Rasulullah SAW, kecuali Khadijatul Kubra seperti yang disebutkan di atas. Namun Rasulullah SAW pernah memiliki anak laki-laki selain dari Khadijah yaitu dari seorang budak wanita yang bernama Mariah Al-Qibthiyah yang merupakan hadiah dari Muqauqis pembesar Mesir. Anak itu bernama Ibrahim namun meninggal saat masih kecil.

Demikianlah sekelumit data singkat para istri Rasulullah SAW yang mulia, dimana secara khusus Rasulullah SAW diizinkan mengawini mereka dan jumlah mereka lebih dari 4 orang, batas maksimal poligami dalam Islam.

Dari kesemuanya itu, umumnya Rasulullah SAW menikahi mereka karena pertimbangan kemanusiaan dan kelancaran urusan dakwah.

Tata Cara Shalat (bag.1)

“Shalatlah kalian sebagaiman kalian melihatku shalat” (HR.Bukhori)

1.      Berwudhu Secara Sempurna

Dalam hadits Abdullah bin Umar r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda :
“Tidak akan diterima (oleh Allah) shalat yang dikerjakan tanpa wudhu dan tidak akan diterima (oleh Allah) shodaqoh dari harta yang haram” (HR.Muslim)

2.      Menghadap Ke arah Kiblat (Ka’bah)

Dalam hadits Abu Hurairah r.a. yang menceritakan tentang seseorang yang tidak menyempurnakan shalatnya, Nabi SAW bersabda :
“Jika engkau hendak mengerjakan shalat, maka berwudhu lah secara sempurna terlebih dahulu, kemudian menghadaplah kea rah kiblat…..” (HR.Bukhori dan Muslim)

3.      Membuat Sutrah

Sutrah adalah sesuatu yang dilatakkan di depan orang yang sedang shalat, sebagai pembatas.

Hal ini didasarkan pada hadits Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani, dia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Hendaklah seseorang dari kalian membuat sutrah sewaktu mengerjakan shalat, meskipun dengan anak panah” (HR.Hakim, Thabarani dan Ahmad)

Didasarkan pula pada hadits Abu Dzar r.a, dia berkata :
Rasulullah SAW bersabda :
Jika seseorang dari kalian mengerjakan shalat, dia dianggap telah membuat sutrah meskipun yang diletakkan berupa benda, seperti sandaran pelana. Jika di depannya tidak diletakkan benda tersebut atau yang semisalnya, maka shalatnya menjadi terputus (tidak sempurna) jika ada keledai, wanita atau anjing hitam yang lewat di depannya” (HR.Muslim)

Posisi sutrah hendaknya didekatkan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Sa’id r.a, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda :
“Jika seseorang dari kalian mengerjakan shalat, hendaklah dia shalat dengan menghadap ke sutrahnya dan agar mendekat padanya (sutrahnya)” (HR.Abu Dawud)

Antara sutrah dan tempat sujud seseorang hendaklah diberi jarak selebar tempat yang bisa dilalui seekor kambing atau antara dia dan sutrahnya berjarak kira-kira selebar tempat yang cukup untuk melakukan sujud dan hendaknya tidak lebih dari 3 hasta (+ 54 inchi).

Dalam hadits Sahl bin Sa’ad r.a, dia berkata :
“Jarak antara tempat shalat (tempat sujud) Rasulullah SAW dan dinding (arah kiblat) adalah selebar tempat yang bias dilalui seekor kambing” (HR.Bukhori dan Muslim)

      Jika ada seseorang hendak lewat di depan orang yang sedang shalat, hendaklah orang yang sedang shalat itu mencegah dan menghalangi (orang yang ingin lewat itu). Jika orang tersebut tetap memaksa hendak lewat, hendaklah dia (orang yang sedang shalat) itu mendorongnya dengan kuat.

Hal ini didasarkan pada hadits Abu Sa’id Al-Khudri r.a, dia berkata :
“Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Jika seseorang dari kalian sedang shalat dengan meletakkan sutrah di depannya, lalu ada seseorang hendak lewat di depannya, hendaklah dia mencegahnya. Jika orang tersebut tetap memaksa untuk lewat, maka bunuhlah, sebab dia itu tidak lain adalh setan” (HR.Bukhori dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan :
“….sebab bersamanya ada (setan) yang menyertainya”

Siapapun orangnya, tidak diperbolehkan lewat di depan orang yang sedang shalat.
Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Juhaim r.a, Rasulullah SAW bersabda :
“Sekiranya orang yang lewat di depan orang yang sedang shalat mengetahui betapa besar dosa yang harus ditanggungnya, niscaya berdiri selama 40 masa lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yang sedang shalat” (HR.Bukhori dan Muslim)
Abu Nadhr (seorang perawi hadits ini) berkata : “Aku tidak tahu apakah maksudnya 40 hari, 40 bulan atau 40 tahun”

Sutrah Imam merupakan sutrah bagi makmum nya juga.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Abdullah Ibnu Abbas r.a yang menyebutkan bahwasanya dia pernah dating (terlambat) dengan mengendarai keledai betinanya, disebabkan pada hari itu dia habis mengalami ihtilam (mimpi basah). Sementara pada saat itu Rasulullah SAW sudah berdiri di Mina dalam haji Wada’ tengah mengimami shalat orang banyak dengan tidak menghadap ke dinding. Ibnu ‘Abbas pun mengendarai keledainya dan lewat di depan sebagian shaf pertama, lalu turun, lalu bergabung dalam shaf bersama orang banyak di belakang Rasulullah SAW, dan tidak ada seorang pun pada saat itu yang menghalangi Ibnu ‘Abbas untuk lewat. Hal ini menunjukkan bahwa sutrah yang dibuat oleh imam adalah sutrah makmum juga.

4.      Bertakbiratul Ihram

Nabi SAW pernah bersabda :
“Jika engkau telah berdiri untuk mengerjakan shalat, maka bertakbirlah”
(HR.Bukhori dan Muslim)

Nabi SAW pernah bersabda kepada Imran bin Hushain r.a :
“Shalatlah engkau sambil berdiri, jika tidak mampu, shalatlah sambil duduk, dan jika tak mampu, maka shalatlah sambil berbaring miring” (HR.Bukhori)

Dalam hadits ‘Umar bin Khattab r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda :
“Sesungguhnya semua amal itu tergantung pada niatnya” (HR.Bukhori dan Muslim)

Bertakbiratul ihram ada beberapa cara :
Ø  Bahwa Nabi SAW mengangkat kedua tangannya terlebih dahulu, kemudian bertakbir.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a, dia berkata :
“Adalah Rasulullah SAW bila berdiri hendak shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, kemudian bertakbir” (HR. Muslim)

Dalam hadits Abu Humaid As-Sa’idi r.a disebutkan :
“Adalah Rasulullah SAW jika berdiri hendak shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua bahunya, baru kemudian bertakbir” (HR.Bukhori dan Abu Dawud)

Ø  Bahwa Nabi SAW bertakbir terlebih dahulu, kemudian mengangkat kedua tangannya.

Diriwayatkan dari Abu Qilabah :
Bahwa dia pernah melihat Malik bin Huwairits ketika mengerjakan shalat, dia (Malik) bertakbir terlebih dahulu, baru kemudian mengangkat kedua tangannya… Malik mengatakan bahwa Rasulullah SAW melakukan yang demikian. (HR.Bukhori dan Muslim)

Ø  Bahwa Nabi SAW mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar r.a, dia berkata :
“Aku pernah melihat Nabi SAW memulai takbir dalam shalatnya. Beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir dan kedua tangannya itu beliau sejajarkan dengan kedua bahunya” (HR.Bukhori dan Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi SAW pernah bersabda :
“Hendaklah orang-orang berhenti dari menengadahkan pandangan mereka ke atas ketika shalat, atau penglihatan mereka benar-benar akan dihilangkan” (HR.Muslim)

5.      Meletakkan Tangan Di Dada

Yakni telapak tangan kanan diletakkan di atas punggung telapak, pergelangan dan lengan tangan kiri.

Dalam hadits Wa’il bin Hujr, dia berkata :
“Aku pernah mengerjakan shalat bersama Nabi SAW. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya di dada” (HR. Ibnu Khuzaimah)

Dalam lafazh lain disebutkan :
“….kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak, pergelangan dan lengan tangan kirinya” (HR.Abu Dawud dan Nasa’i)

6.      Membaca Doa Iftitah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, dia berkata :
“Adalah Rasulullah SAW bila selesai bertakbiratul ihram dalam shalat, beliau diam sebentar sebelum membaca (Al Fatihah), lalu aku bertanya : Ya Rasulullah, demi Bapakku, engkau dan Ibuku, bolehkah aku tahu apa yang engkau baca saat engkau diam diantara takbiratul ihram dan membaca (Al Fatihah)?. Beliau menjawab : “Aku membaca Allohumma baa’id bainii wa baina khothooyaaya kamaa baa’atta bainal masyriqi wal maghrib. Allohumma naqqinii min khothooyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadu minad danas. Allohummaghsilnii min khothooyaaya bits tsalji wal maa’i wal barod”
 (HR.Bukhori dan Muslim)

Diriwayatkan dari Anas r.a,
bahwa pernah ada seorang laki-laki yang dating (terlambat) lalu masuk ke shaf, sementara nafasnya terdengar ngos-ngosan. Selanjutnya dia lalu membaca :
“Alhamdu lillahi hamdan katsiron thoyyiban mubaarokan fiih”
Setelah selesai shalat Rasulullah SAW bersabda :
“…sungguh tadi aku melihat 12 Malaikat saling berlomba untuk bisa mencatatnya” (HR.Muslim)
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, dia berkata :
“Ketika kami tengah mengerjakan shalat bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba ada seseorang yang (dating lalu) membaca doa iftitah : “Allohu akbaru kabiiroo, wal hamdu lillahi katsiiroo, wa subhanalloohi bukrotawwa ashilaa.
Lalu Rasulullah SAW bersabda :
“…aku merasa senang dengan doa ini. Pintu-pintu langit juga terbuka untuknya” (HR.Muslim)

Dan masih ada doa-doa iftitah yang lainnya, yang berasal dari Nabi SAW.


7.      Membaca Ta’awwudz dan Basmallah

Bacaan Ta’awwudz adalah :
·      A’uudzu billaahi minasy syaithoonir rojiim
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”

·      A’uudzu billahis samii’il ‘aliimi minasy syaithoonir rojiim, min hamzihii, wa nafkhihii, wa naftsih
“Aku berlindung kepada Allah, Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, yakni dari kesurupannya, dari kesombongannya dan dari perasaan buruk yang berasal dari nya” (HR.Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi)


Bacaan Basmallah adalah :
Bismillahir rohmaanir rohiim
“Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”

Didasarkan pada hadits Anas r.a, dia berkata :
“Aku pernah shalat bermakmum kepada Rasulullah SAW, Abu Bakar, ‘Umar dan Utsman. Mereka tidak menjahrkan bacaan ‘Bismillaahir rohmaanir rohiim” (HR.Ahmad, Nasa’I dan Ibnu Khuzaimah)

Dan bacaan Basmallah merupakan ayat yang tersendiri, bukan bagian dari Surat Al Fatihah.


8.      Membaca Al-Fatihah

Hal ini didasarkan pada hadits Ubadah bin Shamit r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Al Fatihah” (HR.Bukhari dan Muslim)
Tetapi kewajiban membaca Al Fatihah menjadi gugur bagi makmum masbuq yang mendapati Imam sudah melakukan ruku’.
Dan membaca Al Fatihah juga gugur bagi makmum yang lupa atau tidak hafal.

Hal ini didasarkan pada hadits Abu Bakrah r.a yang menyebutkan bahwasanya dia pernah dating terlambat dalam mengikuti shalat berjama’ah yang ketika itu dia mendapati Nabi SAW tengah ruku’, sehingga dia (Abu Bakrah) pun melakukan ruku’ sebelum sampai di shaf. Setelah selesai shalat, dia (Abu Bakrah) menceritakan keterlambatannya itu kepada Nabi SAW. Lalu beliau bersabda :
“Semoga Allah menambahkan kemauan kepadamu (dalam mengerjakan kebajikan). Akan tetapi, janganlah kamu ulangi lagi (tindakanmu yang tergesa-gesa, lalu ruku’ sebelum sampai di shaf itu)” (HR.Bukhari)


9.      Membaca Aamiin Setelah Selesai Membaca Al Fatihah

Aamiin artinya Ya Allah, kabulkanlah doa kami.
Hal ini didasarkan pada hadits Abu Hurairah r.a, dia berkata :
“Adalah Rasulullah SAW bila selesai membaca Ummul Qur’an (Al Fatihah), beliau mengucapkan ‘aamiin’ seraya mengeraskan suaranya” (HR.Daraquthni dan Hakim)

Bila Imam mengucapkan ‘aamiin’, maka ucapkanlah ‘aamiin’, sebab barang siapa yang ucapan ‘aamiin’nya bersamaan dengan ucapan ‘aamiin’nya para Malaikat, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni” (HR.Bukhari dan Muslim)

“Bila Imam telah mengucapkan ‘ghoiril maghduubi alaihim waladhdhooolliin’, maka ucapkanlah ‘aamiin’, sebab barang siapa yang ucapannya ‘aamiin’nya bersamaan dengan ucapan ‘aamiin’nya para Malaikat, maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni” (HR.Bukhari dan Muslim)

Bagi yang tidak bisa atau belum bisa membaca Al Fatihah, maka dia boleh membaca suatu ayat Al Qur’an yang dia kuasai. Bila tidak bisa atau belum ada ayat di Al Qur’an yang dihafalnya, maka dia boleh membaca :
“Subhanallooh, walhamdu lillaah, wa laa ilaaha illallooh, walloohu akbar, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim”

Hal ini didasarkan pada hadits ‘Abdullah bin Abi Aufa r.a, dia berkata :
Pernah ada seseorang dating kepada Nabi SAW, lalu berkata : “Sesungguhnya aku belum hafal satu ayat pun dari Al Qur’an. Karenanya, ajari aku suatu bacaan yang bisa kubaca (dalam shalatku).” Beliau bersabda : “Ucapakanlah : ‘Subhaanallooh, walhamdu lillaah, wa laa ilaaha illallooh, walloohu akbar, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil aliyyil azhiim’” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Hibban, Daraquthni dan Hakim)