Rabu, 18 Mei 2011

10 Hewan Yang Akan Masuk Surga




1.       Unta -  Nabi Shaleh a.s

Yaitu adalah seekor unta betina yang diminta oleh kaum Tsamud. Lalu Nabi Shaleh a.s menunjuk kepada sebuah batu besar dan memukulkan tongkatnya pada batu itu, lalu muncullah seekor unta yang cukup besar.
Unta tersebut mengeluarkan banyak susu yang tidak ada habisnya walaupun diambil setiap hari. Setelah melihat kejadian itu, banyak dari kaum Tsamud yang beriman kepada Nabi Shaleh, namun tidak sedikit pula yang masih mengingkarinya. Akan tetapi, unta tersebut akhirnya dibunuh oleh kaum Tsamud yang mendustakan Nabi Shaleh a.s.



2.       Anak Sapi – Nabi Ibrahim a.s

“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaama". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal." Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: "Silahkan anda makan." (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu takut", dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq).”(QS.Adz-Dzariyat:24-30)



3.       Kambing Gibas – Nabi Ismail a.s

Kambing gibas yang dimaksud ialah kambing yang menggantikan posisi Nabi Ismail a.s yang akan disembelih oleh ayahnya, yaitu Nabi Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Karena melihat kepatuhan dan ketaatan Nabi Ibrahim a.s, Allah SWT mengutus malaikat Jibril untuk mengganti Nabi Ismail yang hendak disembelih dengan seekor kambing gibas yang gemuk. Inilah asal mula disyari’atkannya ibadah qurban.



4.       Sapi Betina – Nabi Musa a.s

Sapi betina ini ialah seekor sapi yang dijadikan Nabi Musa a.s sebagai perantara untuk menghidupkan orang yang telah meninggal atas izin Allah SWT.
Tatkala ada salah seorang dari kaumnya yang meninggal dunia dengan tidak diketahui penyebabnya, Allah berfirman kepada Nabi Musa a.s untuk mencari seekor sapi betina yang berwarna kuning tua, yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah atau mengairi tanaman, tidak cacat dan tidak pula ada belangnya.
Kemudian dicarilah sapi yang dimaksud tersebut ke seruluh pelosok negri, akhirnya sapi tersebut ditemukan di sebuah desa, dan yang memiliki sapi tersebut adalah seorang anak yatim piatu, fakir dan miskin yang sholeh dan taat ibadah.
Lalu sapi tersebut dibawa kepada Musa a.s dan disembelih. Lalu, Musa mengambil salah satu bagian tubuh sapi tersebut (ada yang mengatakan bahwa bagian yang diambil itu adalah lidahnya, namun ada juga yang mengatakan bahwa bagian yang diambil itu adalah ekornya) lalu dipukulkan bagian tubuh sapi itu kepada orang yang meninggal tadi, atas izin Allah SWT, orang yang tadinya meninggal itu pun hidup kembali.
Lalu Musa bertanya kepada orang tersebut, “Siapakah yang membunuhmu”?
Kemudian barulah diketahui bahwa yang membunuh orang itu adalah saudara sepupunya sendiri yang hendak menguasai harta warisannya.



5.       Ikan Paus – Nabi Yunus a.s

Ikan paus inilah yang memakan Nabi Yunus a.s yang ketika itu putus asa dan melarikan diri dari kaumnya, karena kaumnya enggan beriman kepadanya.
Kemudian Nabi Yunus a.s menaiki kapal yang dipenuhi penumpang dan muatan. Ketika kapal tersebut berada di tengah-tengah lautan, kapal itu miring dan hampir tenggelam karena banyaknya penumpang dan muatan di atas kapal tersebut. Lalu diundilah secara acak siapakah yang harus diturunkan dari kapal tersebut agar kapal itu tidak tenggelam.
Kemudian Nabi Yunus a.s kalah undian dan akhirnya beliaulah yang harus diturunkan di tengah-tengah lautan. Ketika Nabi Yunus a.s dilemparkan ke laut, dengan segera seekor ikan paus menelannya, tetapi tidak sampai dirobek-robek dan dicabik-cabik.
Ketika Nabi Yunus a.s berada diperut ikan paus tersebut, ia berseru “Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim.” (QS.Al-Anbiya’ : 87)
Nabi Yunus a.s mengakui kesalahannya yang telah berputus asa mengajak kaumnya untuk beriman.
Kemudian Allah SWT memerintahkan ikan paus itu untuk memuntahkan Nabi Yunus a.s di daerah tandus. Nabi Yunus a.s keluar dari perut ikan itu dalam keadaan kurus dan lemah. Karena kasih sayang Allah SWT kepada Nabi Yunus a.s, Allah SWT menumbuhkan sebuah pohon dari jenis pohon labu, dimana pohon itu meneduhinya, sehingga Nabi Yunus a.s kuat kembali atas izin Allah SWT.
Kemudian Allah SWT memerintahkan Nabi Yunus a.s supaya kembali kepada kaumnya, untuk kembali menyeru kepada tauhid. Untuk beriman kepadanya sebagai salah satu dari utusan Allah SWT dan senantiasa beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.



6.       Khimar (Keledai) – Nabi Uzair
Uzair bangun dari kematian yang dijalaninya selama seratus tahun. Matanya mulai memandang apa yang ada di sekelilingnya lalu ia melihat kuburan di sekitarnya. Ia mengingat-ingat bahawa ia telah tertidur. Ia kembali dari kebunnya lalu tertidur di kuburan itu. Matahari bersiap-siap untuk tenggelam sementara ia masih tertidur di waktu Dzuhur.
Uzair berkata dalam dirinya, “Aku tertidur cukup lama. Barangkali sejak Dzuhur sampai Maghrib”.
Malaikat yang diutus oleh Allah SWT membangunkannya dan bertanya, "Berapa lama kamu tinggal di sini? Berapa jam engkau tertidur?"
Uzair menjawab, "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari."
Malaikat itu berkata kepadanya, "Sebenarnya kamu tinggal di sini sudah seratus tahun lamanya. Allah SWT mematikanmu lalu menghidupkanmu agar engkau mengetahui jawaban dari pertanyaanmu, yaitu ketika engkau merasa heran dari kebangkitan yang dialami oleh orang-orang yang mati.”
Uzair merasakan keheranan yang luar biasa sehingga tumbuhlah keimanan pada dirinya terhadap kekuasaan al-Khaliq (Sang Pencipta). Malaikat berkata sambil menunjuk makanan yang ada disamping Uzair, "Lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum berubah."
Uzair melihat buah tin itu lalu ia mendapatinya seperti semula di mana warnanya tidak berubah dan ketika dimakan, rasanya pun tidak berubah. Telah berlalu seratus tahun, tetapi bagaimana mungkin makanan itu tidak berubah. Uzair merasakan keheranan yang luar biasa.
Malaikat merasa bahwa seakan-akan Uzair masih belum percaya atas apa yang dikatakannya. kerana itu, malaikat menunjuk keledainya yang sudah menjadi tulang-belulang, sambil berkata: "Dan lihatlah kepada keledaimu itu (yang telah menjadi tulang- belulang)."
Uzair pun melihat ke keledainya, tetapi ia tidak mendapati kecuali tanah dari tulang-tulang keledainya. Malaikat berkata kepadanya, "Apakah engkau ingin melihat bagaimana Allah SWT membangkitkan orang-orang yang mati? Lihatlah ke tanah yang di situ terletak keledaimu." Kemudian malaikat memanggil tanah dari tulang-belulang keledai itu lalu tanah itu memenuhi panggilan malaikat sehingga ia mulai berkumpul dan bergerak dari setiap arah lalu terbentuklah tulang-tulang. Malaikat memerintahkan daging untuk bersatu sehingga daging melekat pada tulang-tulang keldai itu. Sementara itu, Uzair memperhatikan semua proses itu. Akhirnya, terbentuklah tulang dan tumbuh di atasnya kulit dan rambut.
Alhasil, keldai itu kembali seperti semula. Malaikat memerintahkan agar roh keledai itu kembali kepadanya dan keledai pun bangkit dan berdiri atas izin Allah SWT. Ia mulai mengangkat ekornya dan bersuara. Uzair menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah SWT tersebut terjadi di depannya. Ia melihat bagaimana mukjizat Allah SWT yang berupa kebangkitan orang-orang yang mati setelah mereka menjadi tulang belulang dan tanah. Setelah melihat mukjizat yang terjadi di depannya, Uzair berkata, "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. "
Uzair bangkit dan menunggangi keledainya menuju desanya. Allah SWT berkehendak untuk menjadikan Uzair sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya kepada masyarakat dan mukjizat yang hidup yang menjadi saksi atas kebenaran akan kebangkitan dan hari kiamat. Uzair memasuki desanya pada waktu Maghrib. Ia tidak percaya melihat perubahan yang terjadi di desanya di mana rumah-rumah dan jalan-jalan sudah berubah, begitu juga manusia dan anak-anak yang ditemuinya. Tak seorang pun di situ yang mengenalinya. sebaliknya, ia pun tidak mengenali mereka. Uzair meninggalkan desanya saat dia berusia empat puluh tahun dan kembali ke desanya pada usianya masih empat puluh tahun. Tetapi desanya sudah menjalani waktu seratus tahun sehingga rumah-rumah telah hancur dan jalan-jalan pun telah berubah dan wajah-wajah baru menghiasi tempat itu.




7.       Semut – Nabi Sulaiman a.s

Nabi Sulaiman a.s mempunyai suatu mukjizat yaitu dapat berbicara dengan binatang. Ketika Nabi Sulaiman a.s berjalan bersama tentara-tentaranya yang terdiri dari jin, manusia, burung-burung dan juga hewan-hewan lainnya. Ketika mereka sampai di sebuah lembah dan akan melewati sekumpulan semut, lalu Nabi Sulaiman a.s mendengar salah seekor semut tersebut berkata kepada semut yang lain, “hai semut-semut, masuklah kalian ke dalam sarang-sarang kalian, agar kalian tidak terinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sementara mereka tidak menyadari.”
Maka Nabi Sulaiman tersenyum karena mendengar perkataan seekor semut itu dan berkata, “Ya Tuhan ku, limpahkanlah kepadaku karunia untuk mensyukuri mikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, karuniakan padaku untuk mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridhoi dan masukkan aku ke dalam golongan hamba-manbaMu yang sholeh.” (QS.An-Naml : 16-19)
Menurut sejumlah riwayat, suatu hari Nabi Sulaiman a.s bertanya kepada seekor semut, “Wahai semut, berapa banyak engkau memperoleh rezeki dari Allah SWT dalam waktu satu tahun?” Semut itu menjawab, “Sebesar biji gandum.”
Kemudian Nabi Sulaiman a.s memberi semut itu sebiji gandum lalu memelihara semut itu di dalam sebuah botol. Setelah genap satu tahun, Sulaiman membuka botol tersebut untuk melihat nasib semut itu, namun Nabi Sulaiman mendapati semut tersebut hanya memakan sebagian dari biji gandum yang satu tahun lalu Nabi Sulaiman berikan.
Nabi Sulaiman bertanya, “Mengapa engkau hanya memakan sebagian biji gandum yang aku berikan kepadamu dan tidak menghabiskannya?
Semut itu menjawab, “Dahulu, aku bertawakkal dan berpasrah diri kepada Allah SWT, dengan aku bertawakkal kepada-Nya, Allah SWT menjamin kehidupanku, begitu juga untuk makananku dan tidak melupakanku. Dan aku takut apabila aku berpasrah diri dengan sebiji gandum yang engkau berikan tahun ini, aku takut bila tahun yang akan datang engakau melupakanku. Jadi, aku hanya memakan sebagian gandum yang engkau berikan dan sebagian yang lain untuk persediaan makanan ku untuk tahun yang akan datang.”




8.       Burung Hud-Hud – Nabi Sulaiman a.s

Pada suatu ketika, Nabi Sulaiman a.s mengumpulkan dan memeriksa seluruh pengikut-pengikutnya, baik dari golongan jin dan binatang, termasuk burung-burung. Tetapi, ada salah seekor burung yang tidak terlihat oleh Nabi Sulaiman a.s yaitu burung hud-hud.
Karena ketidak hadiran burung hud-hud, Nabi Sulaiman a.s berjanji akan menghukumnya dan menyembelihnya apabila ketidak hadiran burung hud-hud itu disebabkan karena alasan yang tidak penting.
Setelah beberapa lama, datanglah hud-hud yang langsung menghadap Nabi Sulaiman a.s. Burung hud-hud tersebut menceritakan sebab keterlambatannya kepada Nabi Sulaiman a.s. Ternyata, hud-hud terlambat datang karena mencari berita tentang seorang wanita yang memimpin suatu negri yang belum beriman kepada Allah SWT dan dianugerahi singgasana yang besar. Atas berita yang diberikan hud-hud, Nabi Sulaiman a.s mengunjungi negeri tersebut untuk mengajak pemimpin negri tersebut yang merupakan seorang wanita, untuk beriman kepada Allah SWT.




9.       Anjing – Ashabul Kahfi

Anjing tersebut adalah anjing yang ikut tertidur bersama beberapa pemuda di sebuah goa selama 300 tahun lebih. Ada riwayat yang mengatakan bahwa nama anjing itu adalah Qithmir. Namun ada juga yang mengatakan bahwa namanya adalah Tawarum dan ada juga yang mengatakan namanya Huban.




10.  Unta – Nabi Muhammad SAW

Ketika itu, para sahabat sedang bersama Rasulullah SAW dalam sebuah peperangan. Tiba-tiba ada seekor unta yang berlari mendekati Nabi SAW, lalu unta tersebut berkata kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sesungguhnya pemilikku telah memanfaatkan tenagaku sejak aku muda sampai aku telah tua seperti ini. Namun, kini pemilikku malah hendak menyembelihku.” Mendengar pengaduan unta tua tersebut, Nabi SAW pun menemui pemilik unta tersebut untuk membelinya agar unta tersebut dapat terbebas dari penyembelihan. Ketika Rasulullah SAW menawar unta tersebut, pemilik unta itu malah memberikan unta itu kepada Rasulullah SAW.
Setelah unta itu dibebaskan oleh Rasulullah SAW atas izin Allah SWT kemudian datang seorang Arab Baduy mengahadap Rasulullah SAW meminta perlindungan dari orang-orang yang hendak memotong tangannya karena dituduh mencuri. Lalu unta yang pernah dibebaskan Rasulullah SAW dari penyembelihan itu berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya orang (Arab Baduy) ini tidak bersalah, dia hanya difitnah. Sesungguhnya yang mencuri adalah seorang Yahudi.”


Namun, ada riwayat lain yang mengatakan bahwa hewan ke-10 yang akan masuk surga adalah Bouraq yang ditunggangi Rasulullah SAW dalam peristiwa Isra Mi’raj.

Kamis, 21 April 2011

Mush'ab bin Umair (sahabat Nabi SAW)

MUSH’AB BIN UMAIR
(Duta Islam yang Pertama)

            Mush’ab bin Umair adalah satu diantara para sahabat Nabi SAW. Dia seorang remaja Quraisy paling menonjol, paling tampan dan paling bersemangat. Para penulis sejarah biasa menyebutnya “Pemuda Makkah yang menjadi sanjungan semua orang”.
            Dia lahir dan dibesarkan dalam limpahan kenikmatan. Bisa jadi, tak seorang pun diantara pemuda Mekah yang dimanjakan kedua orang tuanya seperti yang didapatkan Mush’ab Bin Umair.
            Kaum muslimin biasa menyebut Mush’ab Bin Umair sebagai Mush’ab Al Khair (Mush’ab yang baik). Dia adalah salah satu orang yang ditempa oleh Islam dan dididik oleh Muhammad SAW.
            Suatu hari, anak muda ini mendengar tentang Muhammad SAW yang selama ini dikenal jujur. Berita ni juga mulai didengar oleh penduduk Mekah. Muhammad yang selalu dikenal sebagai orang yang jujur itu menyatakan bahwa dirinya telah diutus Allah SWT sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Mengajak kepada manusia beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.
            Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Mush’ab. Dengan sedikit strategi, dia berhasil lolos dari kurungan ibu dan para penjaganya. Lalu Mush’ab hijrah ke Habasyah.
            Dia tinggal di Habasyah bersama saudara-saudaranya sesama Muhajirin. Lalu ia pulang ke Mekah, kemudian pergi lagi ke Habasyah untuk kedua kalinya bersama para sahabat atas titah Rasulullah SAW. Baik di Habasyah maupun di Mekah, keimanan Mush’ab semakin mantap. Dia menapaki pola hidup baru yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, yaitu hidup yang sederhana. Mush’ab sudah mantap dan yakin kalau seluruh kehidupannya akan diberikan hanya untuk Allah SWT.
            Pada suatu hari, Mush’ab menghampiri kaum muslimin yang sedang duduk di sekeliling Rasulullah SAW. Melihat penampilan Mush’ab yang memakai jubah usang yang bertambal-tambal, padahal dia adalah seorang anak muda yang selalu dimanjakan oleh orang tuanya. Para kaum muslimin pun sedih dan menangis. Tetapi Rasulullah menatap Mush’ab dengan tatapan penuh arti, cinta kasih dan syukur dalam hati. Kedua bibir Rasulullah SAW tersenyum bahagia dan bersabda : “Dahulu, tiada yang menandingi Mush’ab dalam mendapatkan kesenangan dari orang tuanya. Lalu semua kesenangan itu dia tinggalkan demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya”
            Semenjak ibunya merasa putus asa untuk mengembalikan Mush’ab untuk kembali menyembah berhala-berhalanya, ibunya itu menghentikan segala pemberiannya kepada Mush’ab. Bahkan, ibunya tidak mengizinkan makanannya dimakan oleh orang yang telah mengingkari berhala-berhala itu meskipun yang mengingkari itu adalah anaknya kandungnya sendiri. Terakhir kali ibunya bertemu Mush’ab adalah saat ibunya hendak mencoba mengurungnya lagi sewaktu Mush’ab pulang dari Habasyah.
            Mush’ab meninggalkan kemewahan dan kesenangan yang pernah didapatnya, dan memilih hidup miskin dan kekurangan. Pemuda ganteng itu, kini hanya mengenakan pakaian yang kasar, sehari makan dan beberapa hari rela menahan lapar. Akan tetapi, jiwanya yang telah dihiasi akidah suci dan cahya ilahi, mengubah dirinya menjadi seorang manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani.
            Mush’ab dipilih oleh Rasulullah untuk menjadi utusan Rasulullah ke Madinah untuk mengajarkan agama Islam kepada orang-orang Anshar yang telah beriman dan berbai’at kepada Rasulullah di bukit Aqabah. Sebenarnya, dikalangan para sahabat saat itu masih banyak yang lebih tua, lebih berpengaruh dan lebih dekat hubungannya dengan Rasulullah SAW daripada Mush’ab. Tetapi Rasulullah memilih Mush’ab untuk mengemban tugas penting ini. Mush’ab memikul amanah ini dengan bekal kecerdasan dan akhlak mulia yang dianugerahkan Allah SWT kepadanya. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan keikhlasan, Mush’ab berhasil memikat hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam.
            Saat Mush’ab memasuki Madinah, jumlah orang Islam hanya 12 orang. Tetapi, hanya dalam beberapa bulan, penduduk Madinah sudah berbondong-bondong masuk Islam. Pada musim haji berikutnya, kaum muslimin Madinah mengirim utusan sebanyak 70 orang untuk menemui Nabi SAW.
            Di Madinah, Mush’ab tinggal sebagai tamu di rumah As’ad bin Zurarah. Dengan didampingi As’ad, ia mengunjungi kabilah-kabilah, rumah-rumah dan tempat-tempat pertemuan untuk membacakan ayat-ayat Al Qur’an, menyampaikan “bahwa hanya Allah Tuhan yang berhak disembah”.
            Suatu hari, ketika sedang berdakwah di tengah orang-orang suku Abdul Asyhal, tiba-tiba Usaid bin Hudhair, sang kepala suku muncul dengan menghunus tombak. Usaid berpendapat bahwa Mush’ab hendak menyelewengkan keyakinan para penduduknya, dari tuhan lama mereka dan beralih kepada Tuhan Yang Satu. Tuahan yang sama sekali belum mereka kenal dan belum pernah mereka lihat. Akan tetapi Mush’ab Al Khair tetap tenang dengan raut wajah yang tidak berubah. Mush’ab membacakan ayat-ayat Al Qur’an dan mulai berdakwah, sesuai dengan dakwah Nabi Muhammad SAW. Bacaan dan dakwah Mush’ab mengalir ke telinga Usaid, memasuki dada dan menerangi hati. Serentak gema tahlil berkumandang dari bibir para kaum muslimin, ‘Laaailaahaillallah, Muhammadur rasulullah’.

            Di pihak lain, kaum Quraisy semakin geram. Mereka menyiapkan kekuatan untuk melampiaskan dendam mereka terhadap kaum muslimin. Maka, terjadilah Perang Uhud, kaum Quraisy ingin membalas kekalahannya pada Perang Badar.
            Rasulullah berdiri di tengah barisan kaum muslimin dan memilih Mush’ab sebagai pembawa bendera pasukan. Perang mulai berkecamuk dengan sengitnya. Tetapi karena ketidak patuhan kaum muslimin terhadap perintah Rasulullah SAW, menyebabkan kekalahan di pihak muslimin. Pasukan berkuda musuh, menyerang tanpa diduga dari atas bukit dan mengarahkan serangan ke Rasulullah SAW. Menyadari hal itu, Mush’ab mengacungkan benderanya tinggi-tinggi seraya bertakbir dengan suara lantang ‘Allahu akbar’. Ia ingin mengalihkan perhatian musuh yang tertuju kepada Rasulullah SAW.
            Sungguh, walaupun seorang diri, Mush’ab bertempur bagaikan satu pasukan tentara. Satu tangannya memegang bendera yang harus terus berkibar dan tangan satunya lagi menebaskan pedang dengan matanya yang tajam. Seorang tentara berkuda musuh, Ibnu Qamiah, menyerang Mush’ab dan berhasil menebas tangan kanan Mush’ab. Lalu bendera pasukan itu, ia pindahkan ke tangan kirinya dan ia kibarkan. Pasukan musuh pun juga berhasil menebas tangan kiri Mush’ab. Lalu bendera pasukan itu, ia pegang dengan kedua pangkal tangannya yang telah putus. Lalu pasukan berkuda musuh, menyerang Mush’ab dengan tombak yang dihujamkan ke dada Mush’ab.
            Akhirnya, gugurlah Mush’ab dan jatuhlah bendera pasukan yang tadi dipegangnya. Mush’ab gugur sebagai syuhada setelah berjuang dengan gigih.

Tsabit bin Qais (sahabat Nabi SAW)

TSABIT BIN QAIS
(Orator Kebanggaan Rasulullah dan Islam)


            Tsabit bin Qais adalah orator kebanggaan Rasulullah dan Islam. Kata-katanya kuat, tegas, padat dan menarik. Ketika Madinah kedatangan utusan kaum dari seluruh penjuru jazirah Arab, datang pula utusan dari bani Tamim. Salah seorang dari bani Tamim berkata kepada Rasulullah, “Kami datang untuk menunjukkan kelebihan kaum kami. Izinkan penyair dan orator dari kaum kami berbicara”. Rasulullah tersenyum dan berkata kepada bani Tamim, “Aku izinkan, silahkan.”
            Utharid bin Hajib yang ditunjuk sebagai orator dari bani Tamim. Utharid mulai berbicara membanggakan kelebihan kaumnya. Setelah Utharid selesai berbicara, Rasulullah berkata kepada Tsabit bin Qais, “Berdiri dan jawablah”.
            Tsabit berdiri dan mulai berbicara, “Segala puji bagi Allah. Langit dan bumi adalah ciptaan-Nya. Keduanya berjalan sesuai aturan-Nya. Singgasananya meliputi ilmu-Nya. Setiap yang ada adalah karunia-Nya. Dengan keMaha Kuasaan-Nya, kami dijadikan pemimpin. Memilih manusia yang terbaik sebagai Rasul, dialah manusia paling mulia, paling jujur dan paling tinggi derajatnya, kepadanya diberi Al Qur’an dan diserahi tanggung jawab untuk membimbing seluruh manusia, dialah manusia terbaik pilihan Allah di alam semesta ini, ia mengajak manusia beriman, ajakannya disambut baik oleh kerabat dan kaumnya. Merekalah kelompok manusia dari keturunan terbaik dan tingkah laku mereka juga sangat baik. Merekalah orang-orang Muhajirin. Kemudian kami, kaum Anshar datang menyambut baik ajakannya. Kamilah para penolong agama Allah dan pendamping Rasul-Nya.
            Itulah kata-kata yang terucap dari mulut Tsabit bin Qais. Begitu tegas, padat dan menarik perhatian orang-orang yang mendengarnya.
            Kiprah Tsabit di medan perang dimulai pada Perang Uhud. Setelah itu, ia tidak pernah absen di setiap peperangan. Perjuangan dan pengorbanannya luar biasa dan menakjubkan. Pada Perang Riddah, ia selalu berada di depan, membawa bendera kaum Anshar, menyabetkan pedangnya tanpa henti. Pada Perang Yamamah, ia melihat dampak buruk dari serangan mendadak pasukan Musailamah Al Kadzdzab. Maka, ia berseru dengan suara lantang dan menggelegar, “Demi Allah, tidak seperti ini dulu ketika kami berperang bersama Rasulullah.” Lalu ia pergi sebentar, ketika kembali ternyata badannya sudah terbalut kain kafan. Lalu ia berseru lagi, “Ya Allah, aku benar-benar tidak bertanggung jawab terhadap apa yang mereka (kaum muslimin yang berperang dengan tidak gigih) lakukan”.
            Salim (mantan budak Abu Hudzaifah) yang memegang bendera kaum Muhajirin bergabung bersamanya. Tsabit dan Salim menggali dua lubang, lalu mereka berdua masuk ke dalam lubang tersebut dan menimbun badan mereka dengan tanah, sehingga separuh tubuh mereka tertutup tanah. Kedua orang tersebut bagai paku bumi yang separuh badannya tertanam di dalam tanah, dan separuhnya lagi menghadap ke arah musuh dan siap menghadapi setiap pasukan musuh yang mendekat. Tsabit dan Salim membabat habis setiap tentara musuh yang mendekat, hingga akhirnya mereka berdua menemui kesyahidan di lubang yang mereka gali itu.
            Ternyata, tindakan dua tentara muslim itu sangat besar pengaruhnya dalam mengembalikan semangat pasukan muslimin. Pasukan muslimin kembali berperang dengan gigih hingga akhirnya pasukan Musailamah terkubur bersama pasir dan tanah untuk selamanya.

            Tsabit bin Qais, sang orator dan prajurit tiada tanding ini memiliki jiwa yang patuh dan hati yang tunduk. Ia sangat takut dan malu kepada Allah SWT. Ketika Allah menurunkan ayat, “Sesungguhnya Allah tidak suka kepada setiap orang yang congkak dan sombong” (Luqman : 18) , Tsabit menutup pintu rumahnya dan duduk menangis. Tindakan seperti itu ia lakukan agak lama, hingga terdengar oleh Rasulullah. Tsabit pun dipanggil oleh Rasulullah dan ditanya tentang tindakannya itu. Tsabit menjawab,”Ya Rasulullah, aku ini suka baju yang bagus dan sandal yang bagus. Aku khawatir termasuk orang-orang yang congkak”. Nabi SAW menjawab dengan tertawa, “Kamu tidak termasuk orang yang congkak. Kamu akan hidup dengan baik. Kamu mati dengan baik dan masuk surga”.
            Ketika Allah menurunkan ayat, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara melebihi suara Nabi dan janganlah berkata kepada Nabi dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara diantara kalian sendiri, karena yang demikian itu menjadikan amal kebaikan kalian sia-sia tanpa kalian sadari.” (Al Hujurat : 2) Tsabit menutup pintu rumahnya lalu menangis. Rasulullah mencarinya dan menanyakan tentang dirinya. Rasulullah memerintahkan seseorang untuk memanggilnya. Tsabit pun memenuhi panggilan Rasulullah. Ketika ditanya tentang ketidakhadirannya, ia menjawab, “Aku ini orang yang sangat lantang suaranya. Aku sering meninggikan suara melebihi suaramu, ya Rasulullah. Jadi, amal kebaikanku sia-sia dan aku akan masuk neraka”. Rasulullah menjawab, “Kamu tidak termasuk mereka. Kamu akan hidup mulia. Mati sebagai syahid dan Allah akan memasukkan mu ke surga”.

            Ada sebuah cerita lagi tentang Tsabit, yang mungkin tidak masuk akal bagi mereka yang hanya memikirkan hal keduniawian.
            Ada seorang laki-laki muslim yang dalam tidurnya ia didatangi oleh Tsabit. Tsabit berkata pada lelaki itu, “Aku berpesan kepadamu dan jangan anggap ini hanyalah mimpi tidur (semata), lalu tidak kamu pedulikan. Setelah aku syahid kemarin, seorang laki-laki muslim lewat di dekatku, lalu mengambil baju perangku. Rumahnya paling ujung. Ia memiliki kuda yang tegap dan pandangannya selalu mendongak. Baju besi itu disimpan di dalam periuk dan ditutupi pelana. Pergilah kepada Khalid, minta ia mengirimkan orang untuk mengambilnya. Jika kamu kembali ke Madinah dan bertemu Khalifah Abu Bakar, katakana kepadanya bahwa aku mempunyai hutang sekian banyaknya. Aku mohon agar dia membayarnya”.
            Setelah bangun tidur, laki-laki itu menceritakan mimpinya kepada Khalid bin Walid. Khalid pun mengirim orang untuk mengambil baju besi itu. Ternyata, baju besi itu tepat berada di tempat yang disebutkan Tsabit.
            Ketika pasukan Islam sudah kembali ke Madinah, laki-laki itu bercerita kepada Khalifah Abu Bakar tentang mimpinya. Khalifah pun membayar hutang Tsabit.
            Dalam sejarah Islam, inilah satu-satunya pesan orang yang telah meninggal dunia yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Allah berfirman, “Dan janganlah kalian mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Mereka hidup di sisi Tuhan dan diberi rezeki”. (Ali Imran : 169)

Minggu, 17 April 2011

Ubay bin Ka'b (sahabat Nabi SAW)

UBAY BIN KA’B
(Selamat Atas Ilmu yang Kau Miliki)

            

            Rasulullah pernah bertanya kepadanya (Ubay bin Ka’b), “Hai Abu Munzir, dari sekian banyak firman Allah di dalam Al Qur’an, manakah yang paling agung?”
            Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
            Rasulullah mengulangi lagi, “Hai Abu Munzir, dari sekian banyak firman Allah di dalam Al Qur’an, manakah yang paling agung?”
            Ubay menjawab, “Allah, tiada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Hidup dan Maha Pengatur.” (Al Baqarah : 255)
            Rasulullah SAW menepuk dada Ubay dan dengan bangga beliau bersabda , “Hai Abu Munzir, selamat atas ilmu yang kau capai.”
            Ubay bin Ka’b termasuk orang-orang Anshar, dari suku Khazraj. Ia ikut dalam Bai’at Aqabah, Perang Badar dan peristiwa penting lainnya. Ia sangat disegani dan dihormati oleh kaum muslimin pada zaman itu. Umar bin Khaththab berkata, “Ubay adalah pemimpin kaum muslimin”
            Ubay bin Ka’b termasuk jajaran teratas para penulis wahyu dan surat-surat Nabi. Kemampuannya menghafal, membaca dan memahami Al Qur’an sangat luar biasa. Rasulullah pernah bersabda kepadanya, “Ubay, aku diperintahkan membacakan Al Quran kepadamu.”
Ubay tau bahwa Rasulullah menerima perintah itu dari Allah SWT. Maka dengan semangat Ubay bertanya, “Ya Rasulullah, demi ayah, engkau dan ibuku, apakah namaku disebut?”
Rasulullah menjawab, “Ya, namamu dan nama nenek moyangmu disebut di hadapan penduduk langit.”  Seorang muslim yang mencapai kedudukan seperti ini di hati Nabi SAW pastilah bukan orang yang sembarangan, seorang muslim itu pastilah seorang muslim yang mulia dan sangat mulia.
Sepanjang kehidupan Rasulullah SAW, Ubay tidak henti-hentinya berguru kepada beliau. Setelah beliau wafat, Ubay tetap komitmen di jalurnya. Ibadah, ketaatan dan akhlaknya sungguh luar biasa.
Ubay tidak henti-hentinya mengingatkan kaumnya untuk berperilaku dan berlaku zuhud. Ia selalu berpegang teguh pada ketakwaan dan sifat zuhud, hingga ia tidak terperdaya oleh urusan duniawi karena ia tau hakikat dunia. Meskipuan ia berusia panjang dan bergelimang kenikmatan serta kemewahan, ia tau bahwa ia pasti akan berjumpa dengan satu waktu yang semua kemewahan itu menjadi sia-sia, karena yang berguna hanyalah amal ibadah.
Ia pernah brkata, “Makanan yang kita makan adalah perumpamaan untuk dunia, ada yang enak dan ada pula yang tidak enak. Tetapi lihatlah, menjadi apa makanan itu.”

Ketika wilayah Islam semakin luas dan kaum muslimin banyak yang bermuka manis kepada para penguasa, Ubay berbicara dengan lantang, “Mereka ini akan binasa. Sungguh, demi Pemilik Ka’bah, mereka akan binasa dan dibinasakan. Aku tidak kasihan kepada mereka, tetapi aku kasihan kepada kaum muslimin yang dibinasakan.”
Ubay adalah orang yang shalih dan bertakwa. Ia menangis saat menyebut Allah dan Hari Akhir. Badannya bergetar setiap membaca dan mendengar ayat-ayat Al Qur’an. Ada satu ayat yang ketika ia baca atau ia dengarkan, ia pasti sangat sedih. Ayat itu adalah,
“Katakanlah, ‘Dia yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepada kalian, dari atas kalian atau dari bawah kaki kalian, atau Dia mencampurkan kalian dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebagian kalian keganasan sebagian yang lain’”. (Al-An’am : 65)
Yang paling dicemaskan Ubay terhadap kaum muslimin adalah datangnya suatu generasi dimana mereka saling bermusuhan. Ia selalu memohon kepada Allah untuk diberikan keselamatan, dan Allah SWT memberikan keselamatan itu. Lalu, ia menghadap Tuhannya dalam keadaan beriman, aman, tenteram dan dijanjikan pahala.

Kamis, 07 April 2011

Riwayat Singkat Imam Bukhari

IMAM BUKHARI
(194 – 256 H / 810 – 870 M)

            Beliau adalah Amirul Mukminin dalam ilmu hadits. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim ibnu Al Mughirah ibnu Bardizbah. Moyangnya yang bernama Bardizbah adalah beragama Majusi, agama kaumnya waktu itu. Putra Bardizbah yang bernama Mughirah memeluk Islam dibawah bimbingan Yaman Al Ju’fi, Gubernur Bukhara (Bukhara adalah nama kota yang berada di negeri Rusia). Sehingga dia (Mughirah) dipanggil Mughirah Al Ju’fi.
            Sedangkan riwayat kakeknya, Ibrahim, tidak diketahui dengan jelas. Namun ayahnya yang bernama Ismail adalah ulama besar di bidang hadits. Ayahnya itu belajar hadits dari Hammad ibnu Zayd dan Imam Malik. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh orang Irak. Riwayat hidupnya ditulis oleh Ibnu Hibban dalam kitab As-Siqah. Begitu juga putranya, Imam Bukhari menulis riwayat hidup Ayahnya dalam kitab At-Tarikh Al-Kabir.
            Ayah Imam Bukhari adalah seorang yang alim, wara’ dan taqwa. Menjelang wafat, beliau berkata ; “Di dalam hartaku tidak terdapat uang yang haram atau yang syubhat sedikitpun” Dengan demikian, jelas sudah bahwa Imam Bukhari hidup dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara’. Tidak heran, bila Imam Bukhari mewarisi sifat-sifat mulia dari Ayahnya.

·         Kelahiran dan Pertumbuhan Imam Bukhari

Imam Bukhari dilahirkan di Bukhara setelah shalat Jum’at, 13 Syawal 194 H. Ayahnya meninggal ketika Imam Bukhari masih kecil dan Ayahnya pun meninggalkan banyak harta yang cukup untuk hidup baik dan terhormat. Imam Bukhari dibina dan dididik oleh Ibunya dengan tekun dan penuh perhatian. Sejak kecil, Imam Bukhari selalu mendapat lindungan dari Allah SWT. Ada yang mengatakan bahwa sewaktu kecil, mata Imam Bukhari tidak bias melihat. Ibunya sangat bersedih karenanya, dan selalu berdoa untuk kesembuhan mata Anaknya itu. Lalu, Ibunya bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s yang berkata : “Wahai Ibu, Allah SWT telah menyembuhkan penyakit mata Anakmu karena doamu”. Keesokan harinya, sang Ibu melihat mata Anaknya sudah bercahaya. Maka, duka hati Ibunya itu pun berubah menjadi kesenangan.


·         Kecerdasan dan Keunggulan Imam Bukhari

Kecerdasan Imam Bukhari sudah tampak sejak kecil. Allah SWT menganugerahinya daya hafalan yang tinggi, kuat dan jiwa yang cemerlang. Ketika berusia 10 tahun, beliau sudah banyak menghafal hadits. Kemudian beliau menemui para Ulama dan Imam di negerinya untuk belajar hadits, bertukar fikiran dan berdiskusi. Sebelum berusia 16 tahun, beliau sudah hafal kitab Ibnu Mubarak dan Waki’, serta memahami pandapat ahlu ra’yi (rasionalis), ushul dan mazhab mereka.


·         Perjalanan ke Makkah dan Madinah

Pada tahun 210 H, Bukhari bersama Ibu dan saudaranya pergi ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji. Kemudian saudaranya yang berusia lebih tua dari Bukhari pulang ke Bukhara. Sedangkan Bukhari memilih tinggal di Makkah, salah satu tempat pusat menimba ilmu. Di kota itulah, beliau menempa diri untuk mereguk ilmu yang diinginkan. Kadangkala, beliau pergi ke Madinah. Di kedua kota suci itulah beliau menulis sebagian karyanya dan menyusun dasar-dasar Jami’us Shahih (Shahih Bukhari).

Beliau menulis At-Tarikh Al-Kabir di sisi makam Rasulullah SAW dan sering menulis di malam hari di bawah terang bulan. Dan mengarang tiga kitab Tarikh As-Saghir (yang kecil), Al-Awsat (yang besar) dan Al-Kabir (yang besar). Ketiga buku ini menunjukkan kemampuannya yang luar biasa mengenai rijalul hadits. Sehinnga beliau pernah berkata : “Sedikit sekali yang belum aku ketahui riwayat orang-orang yang kutulis dalam tarikh itu”


·         Kunjungannnya ke Berbagai Negeri

Imam Bukhari telah melakukan ekspedisi ke berbagai negeri, dan hampir seluruh negeri Islam dikunjunginya. Sehingga beliau pernah berkata : “Saya telah pergi ke Syam, Mesir, Jazirah dua kali, Basrah empat kali dan saya bermukim di Hijaz selama enam tahun, dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya pergi ke Kufah dan Baghdad untuk menemui Ulama Hadits”
Baghdad pada waktu itu adalah ibu kota dinasti Abasiyah, yang merupakan gudangnya ilmu pengetahuan dan ulama. Di negeri itu, beliau sering menemui Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahamad menganjurkan Bukhari tinggal di Baghdad dan melarangnya tinggal di Khurasan.
Dalam setiap perjalanannya, Imam Bukhari selalu mengumpulkan dan menulis hadits. Di tngah malam, beliau bangun dan menyalakan lampu dan menulis setiap yang terlintas di benaknya, kemudian lampu itu dimatikan. Hal ini dilakukan kurang lebih dua puluh kali setiap malam. Begitulah sebagian aktifitas Imam Bukhari, seluruh hidupnya dicurahkan untuk ilmu pengetahuan.



·         Guru Imam Bukhari

Dalam perjalanannya ke berbagai negeri, Imam Bukhari bertemu dengan guru-guru terkemuka yang dapat dipercaya. Beliau mengatakan : “Aku menulis hadits dari 1.080 guru, yang semuanya ahli hadits dan berpendirian bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan” Diantara para guru itu adalah Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al Firyabi, Maki bin Ibrahim Al Balkhi, Muhammad bin Yusu Al Baykandi dan Ibnu Rahawaih. Jumlah guru yang haditsnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 guru.


·         Sifat dan Akhlak Imam Bukhari

Imam Bukhari berbadan kurus, berperawakan sedang, kulitnya kecoklatan, makannya sedikit, pemalu, pemurah dan zuhud. Hartanya banyak disedekahkan secara terang-terangan atau pun sembunyi, terutama untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Beliau memberikan dana yang cukup besar untuk para pelajar. Beliau pernah berkata : “Sebulan penghasilan saya 500 dirham, semuanya untuk kepentingan pendidikan. Sebab, yang ada di sisi Allah itu lebih kekal dan lebih baik.

Imam Bukhari sangat berhati-hati dan sopan berbicara, terutama dalam mengkritik para perawi hadits. Terhadap perawi yang diketahui sudah jelas kebohongannya, ia cukup mengatakan “perlu dipertimbangkan”,”ahli hadits meninggalkannya”,”mereka tidak menghiraukannya”. Perkataannya yang tegas terhadap perawi yang tercela adalah “haditsnya diingkari”.

            Meskipun beliau sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun beliau meninggalkan hadits dari perawi yang diragukan. Beliau berkata : “Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dipertimbangkan dan juga meninggalkan hadits yang jumlahnya sama atau lebih, karena menurutku, perawinya perlu dipertimbangkan”.



·         Wafatnya Imam Bukhari

Penduduk Samarkand memohon kepada Imam Bukhari agar menetap di negeri mereka. Beliau pergi untuk memenuhi permintaan itu. Ketika sampai di Khartand (desa kecil yang terletak 6 mil dari kota Samarkand) beliau singgah di kota itu untuk mengunjungi keluarganya yang hidup di daerah itu. Di desa itu, Imam Bukhari jatuh sakit dan menemui ajalnya.

Beliau wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M) dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum wafat, beliau berpesan agar jenazahnya dikafani dengan tiga helai kain, tanpa baju dan sorban. Jenazahnya dimakamkan setelah zuhur di hari Idul Fitri.